04/07/2012

PERKEMBANGAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL DALAM SISTEM PENDIDIKAN DI INDONESIA


 BAB II
ISI

A.    Sejarah Pendidikan IPS
Untuk pertama kali Social Studies diperkenalkan di kota Rugby, Inggris, tahun 1827. Yang berjasa memasukkan ke dalam kurikulum sekolah adalah Dr Thomas Arnold, direktur sekolah itu.Yang melatarbelakangi adalah keadaan masyarakat Inggris setengah abad sesudah revolusi industri.Masyarakat Inggris mengalami dekadensi moral setelah terjadi Revolusi Industri. Social Studies menjadi bagian dalam proses rehumanisasi masyarakat Inggris. Sedangkan di AmerIka Serikat Social Studie mulai didengungkan di negara bagian Wisconsin.Sesudah Perang Saudara (1861-1865) keadaan masyarakat tidak langsung tenteram.Keadaan diperberat karena masyarakat AS yang amat majemuk. Orang AS masih traumatis akan terjadinya perang lagi. Para pendidik memikirkan bagaimana dapat diciptakan suatu harmoni di masyarakat majemuk.Selain itu juga adanya perbedaan sosial ekonomi yang sangat tajam.Para pakar kemasyarakatan dan pendidikan berusaha keras untuk menjadikan penduduk yang multi ras tersebut menjadi merasa satu bangsa yaitu bangsa Amerika. Salah satu cara yang ditempuh adalah dengan memasukkan social studies ke dalam kurikulum sekolah di negara bagian Wisconsin pada tahun 1892. Setelah dilakukan penelitian, maka pada awal abad 20, sebuah Komisi Nasional dari The National Education Association memberikan rekomendasi tentang perlunya social studies dimasukkan ke dalam kurikulum semua sekolah dasar dan sekolah menengah Amerika Serikat. Adapun wujud social studies ketika lahir merupakan semacam ramuan dari mata pelajaran sejarah, geografi dan civics.
Latar belakang dimasukkannya bidang studi IPS ke dalam kurikulum sekolah di Indonesia sangat berbeda dengan di Inggris dan Amerika Serikat.Pertumbuhan IPS di Indonesia tidak terlepas dari situasi kacau, termasuk dalam bidang pendidikan, sebagai akibat pemberontakan G30S/PKI, yang akhirnya dapat ditumpas oleh Pemerintahan Orde Baru.Setelah keadaan tenang pemerintah melancarkan Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita). Pada masa Repelita I (1969-1974) Tim Peneliti Nasional di bidang pendidikan menemukan lima masalah nasional dalam bidang pendidikan.
1.      Kuantitas, berkenaan dengan perluasan dan pemerataan kesempatan belajar.
2.      Kualitas, menyangkut peningkatan mutu lulusan
3.      Relevansi, berkaitan dengan kesesuaian sistem pendidikan dengan kebutuhan pembangunan.
4.      Efektifitas sistem pendidikan dan efisiensi penggunaan sumber daya dan dana.
5.      Pembinaan generasi muda dalam rangka menyiapkan tenaga produktif bagi kepentingan pembangunan nasional.
Istilah IPS (Ilmu Pengetahuan Sosial) pertama kali muncul dalam Seminar Nasional tentang Civic Education tahun 1972 di Tawangmangu Solo Jawa Tengah. Dalam laporan seminar tersebut, muncul 3 istilah dan digunakan secara bertukar pakai, yaitu :
1.      Pengetahuan Sosial
2.      Studi Sosial
3.      Ilmu Pengetahuan Sosial
Konsep IPS untuk pertama kalinya masuk ke dunia persekolahan pada tahun 1972-1973 dalam Kurikulum Proyek Perintis Sekolah Pembangunan (PSSP) IKIP Bandung.Dalam kurikulum SD 8 tahun PPSP ini digunakan istilah “Pendidikan Kewarganegaraan Negara/Studi Sosial” sebagai mata pelajaran terpadu.
Sedangkan dalam Kurikulum Sekolah Menengah 4 tahun, digunakan istilah:
1.      Studi Sosial sebagai mata pelajaran inti untuk semua siswa dan sebagai bendera untuk geografi, sejarah dan ekonomi sebagai mata pelajaran mayor ada jurusan IPS.
2.      Pendidikan Kewargaan Negara sebagai mata pelajaran inti bagi semua jurusan.
3.      Civics dan Hukum sebagai mata pelajaran mayor pada jurusan IPS.
Pada tahap kurikulum PPSP konsep pendidikan IPS diwujudkan dalam 3 bentuk, yaitu:
1.      Pendidikan IPS, terintegrasi dengan nama Pendidikan Negara/Studi Sosial.
2.      Pendidikan IPS terpisah, istilah IPS digunakan sebagai konsep paying untuk sejarah, ekonomi dan geografi.
3.      Pendidikan Kewargaan Negara sebagai suatu bentuk pendidikan IPS khusus.
Konsep pendidikan IPS tersebut lalu memberi inspirasi terhadap kurikulum 1975 yang menampilkan empat profil, yaitu:
Pendidikan Moral Pancasila menggantikan Kewargaan Negara sebagai bentuk pendidikan IPS khusus.
1.      Pendidikan IPS terpadu untuk SD
2.      Pendidikan IPS terkonfederasi untuk SNIP yang menempatkan IPS sebagai konsep peyung untuk sejarah, geografi dan ekonomi koperasi.
3.      Pendidikan IPS terisah-pisah yang mencakup mata pelajaran sejarah, ekonomi dan geografi untuk SMA, atau sejarah dan geografi untuk SPG.
Secara singkat IPS diartikan sebagai bidang studi kemasyarakatan secara terpadu (integrasi). Untuk SD, IPS merupakan perpaduan mata pelajaran sejarah, geografi dan ekonomi, untuk Sekolah Menengah Pertama sejarah, ekonomi, geografi ditambah kependudukan dan koperasi, sedangkan untuk SMA sejarah, geografi dan ekonomi, kependudukan, koperasi ditambah tata buku dan hitung dagang.
Konsep pendidikan IPS seperti itu tetap dipertahankan dalam Kurikulum 1984 yang secara konseptual merupakan penyempurnaan dari Kurikulum 1975 khususnya dalam aktualisasi materi, seperti masuknya Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4) sebagai materi pokok PMP.Pada kurikulum 1984, pengajaran IPS terpadu hanya dilaksanakan di SD, sedangkan di Sekolah Menengah Pertama (SMP) digunakan pendekatan IPS Terkait (korelasi), dan untuk SMA Atas tidak lagi dikenal IPS terpadu , melainkan diajarkan secara terpisah. Maka muncullah mata pelajaran sejarah, geografi, ekonomi, antropologi-sosiologi, dan tata negara yang berdiri sendiri.
Pada periode berikutnya, pemerintah memberlakukan kurikulum baru lagi yaitu kurikulum l994.menurut kurikulum 1994, program pengajaran IPS di sekolah dasar terdiri dari IPS terpadu dan sejarah nasional. IPS terpadu adalah pengetahuan yang bersumber dari geografi, ekonomi, sosiologi, antropologi, dan ilmu politik yang mengupas tentang berbagai kenyataan dan gejala dalam kehidupan sehari-hari. Sedangkan sejarah nasional adalah pengetahuan mengenai proses perkembangan masyarakat Indonesia dari masa lampau sampai dengan masa kini.
Pada tahun 2004, pemerintah melakukan perubahan kurikulum kembali yang dikenal dengan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Dalam kurikulum SD, IPS berganti nama menjadi Pengetahuan Sosial. Pengembangan kurikulum Pengetahuan Sosial merespon secara positif berbagai perkembangan informasi, ilmu pengetahuan, dan teknologi.Hal ini dilakukan untuk meningkatkan relevansi program pembelajaran Pengetahuan Sosial dengan keadaan dan kebutuhan setempat. Kompetensi Pengetahuan Sosial menjamin pertumbuhan keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, penguasaan kecakapan hidup, penguasaan prinsip-prinsip sosial, ekonomi, budaya, dan kewarganegaraan sehingga tumbuh generasi yang kuat dan berakhlak mulia.
Tahap – tahap perkembangan Kurikulum IPS Sekolah Dasar mulai berkembang yaitu pada Tahun 1964, 1968, 1975, 1984, 1986, 1994, 2004 hingga Kurikulum 2006 (KTSP) yang digunakan sampai sekarang . Selintas dengan sejarah yang melatarbelakangi perkembangan kurikulum di tanah air, maka perkembangan kurikulum secara nasional tidak dapat dipisahkan dari perkembangan pendidikan dari dulu hingga sekarang. Pada mata pelajaran IPS khususnya yaitu dengan adanya perubahan kurikulum IPS di Sekolah Dasar diharapkan kurikulum ini dirancang untuk dapat mengarahkan peserta didik untuk menjadi warga negara yang demokratis, dan memiliki rasa tanggungjawab terhadap bangsa dan negaranya, serta dapat mengembangkan pengetahuan, pemahaman, dan kemampuan analisis terhadap kondisi sosial masyarakat dalam memasuki kehidupan masyarakat yang dinamis.
No
Kurikulum
Tahun
Nama
Pelajaran
Scope
Materi
Keterangan
1
1964
Pendidikan Kemasyarakatan
Ilmu bumi, sejarah dan pengetahuan kewarganegaraan
MerupakanBroad Filed dari materi tersebut dan diajarkan secara terpisah
2
1968
Sda
Ilmu bumi, sejarah, dan Pendidikan Kemasyarakatan
Diajarkan sejak kelas 1 sampai dengan kelas 6 SD
3
1975
Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS)
Pengetahuan Sosial dan sejarah
(PMP terpisah dari IPS)
Diajarkan sejak kelas 3
Diajarkan sejak kelas 1
4
1984
Sda
Disusun secara terintegrasi dari beberapa Ilmu Sosial
Sejarah diajarkan secara terpisan dari IPS
5
1986
Sda
Penyempurnaan dari kurikulum 1984
Kurikulum 1984 yang disempurnakan
6
1994
Sda
Sda
Pendekatan inkuiri
7
2004
Pendidikan Kewarganegaraan dan Pengetahuan Sosial (PKPS)
IPS dan PKn diintegrasikan menjadi satu bidang pengajaran di Sekolah Dasar
Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) yang menekankan kepada penguasaan pengetahuan, keterampilan dan sikap.
tabel perkembangan sejarah IPS dalam sistem pendidikan di Indonesia

B.     Alasan diadakannya Pendidikan IPS
1.      Pendidikan IPS sebagai program pendidikan
Pendidikan IPS adalah sebuah program pendidikan dan bukan sub-disiplin ilmu. Sehingga baik dalam nomenklatur filsafat ilmu, disiplin ilmu-ilmu sosial, maupun ilmu pendidikan tidak akan ditemukan adanya sub-sub disiplin PIPS.
Pendidikan IPS dalam program pendidikan sekolah merupakan Pendidikan IPS yang memuat tiga sub tujuan, yaitu; Sebagai Pendidikan Kewarganegaraan, Sebagai ilmu yang konsep dan generalisasinya dalam disiplin ilmu-ilmu sosial, Sebagai ilmu yang menyerap bahan pendidikan dari kehidupan nyata dalam masyarakat kemudian dikaji secara reflektif. Dalam program pendidikan  pendidikan IPS mempunyai tujuan informasi dan pengetahuan (knowledge and information), nilai dan tingkah laku (attitude and values), dan tujuan ketrampilan (skill): sosial, bekerja dan belajar, kerja kelompok, dan ketrampilan intelektual.
PIPS yang diajarkan di sekolah-sekolah di Indonesia pada prinsipnya identik dengan studi sosial (social studies) yang diajarkan di sekolah-sekolah di luar negeri, terutama di Amerika Serikat, tetapi isinya (content) disesuaikan dengan kondisi Indonesia (Sanusi, 1998; soemantri). Berkenaan dengan PIPS yang diajarkan dilevel pendidikan dasar, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1994) menerangkan bahwa PIPS adalah mata pelajaran yang mempelejari kehidupan sosial yang didasarkan pada bahan kajian pokok geografi, ekonomi, sosiologi, antropologi, tata negara, dan sejarah. PIPS yang diajarkan di tingkat pendidikan dasar terdiri atas dua bahan kajian pokok : ilmu pengetahuan sosial dan sejarah; bahan kajian sejarah meliputi perkembangan bangsa Indonesia sejak masa lampau hingga masa kini; sedangkan bahan kajian ilmu pengetahuan sosial mencakup lingkungan sosial, ilmu bumi, ekonomi, dan pemerintahan.
Sementara untuk jenjang pendidikan menengah, menurut Depdikbud (1994), PIPS dimaksudkan untuk mempersiapkan siswa melanjutkan dengan ilmu-ilmu sosial, baik dalam bidang akademik maupun pendidikan professional.Selain daripada itu, siswa juga diberikan bekal kemampuan, secara langsung atau tidak langsung, untuk bekerja di masyarakat.Dengan demikian untuk jenjang pendidikan menengah, dikenal mata pelajaran antropologi, sosiologi, geografi, sejarah, ekonomi, tata negara-yang keseluruhannya mengacu kepada social sciences.
2.      Pendidikan IPS sebagai program pendidikan  displin ilmu
Pendidikan IPS sebagai pendidikan disiplin ilmu dengan identitas bidang kajian ekletik yang dinamakan “an intregrated system of knowledge “, “synthetic disclipine”, “multidimensional”, dan “kajian konseptual sistemik” merupakan kajian (baru) yang berbeda dari kajian monodisplin atau disiplin ilmu “tradisional. Pendekatan Monodisiplin atau sering disebut juga sebagai pendekatan struktural, yaitu suatu bentuk atau model pendekatan yang hanya memperhatikan satu disiplin ilmu saja, tanpa menghubungkan dengan struktur ilmu yang lain. Jadi, pengembangan materi berdasarkan ciri dan karakteristik dari bidang studi yang bersangkutan.
Dengan pertimbangan semakin kompleksnya permasalahan kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia maka pada tahun 1970an mulai diperkenalkan Pendidikan IPS (PIPS) sebagai pendidikan disiplin ilmu.(Istilah Pendidikan disiplin ilmu pertama kali dikemukakan oleh Numan Somantri dalam berbagai karya tulis). Gagasan tentang PIPS ini membawa implikasi bahwa PIPS memiliki kekhasan dibandingkan dengan mata pelajaran lain sebagai pendidikan disiplin ilmu, yakni kajian yang bersifat terpadu (integrated), interdisipliner, multidimensional bahkan cross-disipliner. Karakteristik ini terlihat dari perkembangan PIPS sebagai mata pelajaran disekolah yang cakupan materinya semakin meluas seiring dengan semakin kompleks dan rumitnya permaslahan social yang memerlukan kajian secara terintegrasi dari berbagai disiplin ilmu-ilmu social, ilmu pengetahuan alam, teknologi, humaniora, lingkungan bahkan system kepercayaan.
IPS sebagai program pendidikan disiplin ilmu dalam konteks pendididkan Nasional Indonesia di harapkan akan dapat memberikan pemikiran-pemikiran mendasar tentang perkembangan struktur, metodologi, dan pemanfaatan PIPS sebagai pendidikan disiplin ilmu dibangun dan dikembangkan serta ke mana arah, tujuan, dan sasaran pengembangan yang dilakukan oleh masyarakat.
Pertimbangan lain dimasukkannya social studies ke dalam kurikulum sekolah adalah kemampuan siswa sangat menentukan dalam pemilihan dan pengorganisasian materi IPS. Agar materi pelajaran IPS lebih menarik dan lebih mudah dicerna oleh siswa sekolah dasar dan menengah, bahan-bahannya diambil dari kehidupan nyata di lingkungan masyarakat.Bahan atau materi yang diambil dari pengalaman pribadi, teman-teman sebaya, serta lingkungan alam, dan masyarakat sekitarnya. Hal ini akan lebih mudah dipahami karena mempunyai makna lebih besar bagi para siswa dari pada bahan pengajaran yang abstrak dan rumit dari Ilmu-ilmu Sosial.
Menurut Mohammad Numan Somantri, 2001 pada dasarnya ada empat pendapat mengenai tujuan pengajaran IPS di sekolah, yaitu:
·         Pertama, ada yang berpendapat bahwa tujuan pengajaran IPS di sekolah adalah untuk mendidik para siswa menjadi ahli ekonomi, politik, hukum, sosiologi dan pengetahuan sosial lainnya. Menurut paham ini, kurikulum pengajaran IPS harus diorganisasikan secara terpisah-pisah sesuai dengan body of knowledge masing-masing disiplin ilmu sosial tersebut.Organisasi pelajaran harus disusun menurut struktur disiplin ilmunya, baik proses penyusunan syntactical structure-nya maupun conceptual structure-nya. Tidak ada masalah dalam meramu bahan pelajaran dengan disiplin yang lainnya. Demikian pula tidak ada masalah untuk menjadikan para siswa menjadi warga negara yang baik.Walaupun demikian, aliran ini mengakui pentingnya menumbuhkan ciri warga negara yang baik, karena hal itu akan datang dengan sendirinya setelah para siswa mempelajari masing-masing disiplin ilmu sosial tersebut. Golongan yang menganut pahan ini tidak setuju apabila nama pengajaran IPS di sekolah di sebut “social studies”, tetapi harus disebut “social sciences”. Golongan ini menekankan pada “content continumm” dalam mencapai tujuan pembelajaran IPS.
·         Kedua, bahwa tujuan pengajaran IPS di sekolah adalah menumbuhkan warga negara yang baik. Menurut paham ini, sifat warga negara yang baik akan lebih mudah ditumbuhkan pada siswa apabila guru mendidik mereka dengan jalan menempatkannya dalam konteks kebudayaannya dari pada memusatkan perhatian pada disiplin ilmu sosial yang terpisah-pisah seperti dilakukan di universitas. Karena itu, pengorganisasian bahannya harus secara ilmiah dan psikologis. Golongan ini menghendaki agar program pengajaran mengkorelasikan bahkan harus mungkin mengintegrasikan beberapa disiplin ilmu sosial, dalam unit program studi. Golongan ini menekankan pada “process continum” dalam mencapai tujuan pengajaran IPS.
·         Ketiga, merupakan kompromi dari pendapat pertama dan kedua, golongan ini mengakui kebenaran masing-masing pendapat pertama dan kedua di atas. Tujuan program pengajaran IPS menurut kelompok ini adalah simplifikasi dan distilasi dari berbagai ilmu-ilmu sosial untuk kepentingan pendidikan ( Wesley, 1964 dalam Dedi Supriyadi dan Rohmat Mulyana, 2001). Golongan ini berpendapat bahwa bahan pelajaran IPS merupakan sebagian dari hasil penelitian dalam ilmu-ilmu sosial, untuk kemudian dipilih dan diramu agar cocok untuk program pengajaran di sekolah.
·         Keempat, berpendapat bahwa pengajaran IPS di sekolah dimaksudkan untuk mempelajari bahan pelajaran yang sifatnya “tertutup” (closed areas). Maksudnya ialah bahwa dengan mempelajari bahan pelajaran yang pantang (tabu) untuk dibicarakan, para siswa akan memperoleh kesempatan untuk memecahkan konflik intrapersonal maupun antar-personal. Bahan pelajaran IPS yang tabu tersebut dapat timbul dari bidang ekonomi, politik, sejarah, sosiologi dan ilmu-ilmu sosial lainnya. Dengan mempelajari hal-hal yang tabu, para siswa akan memperoleh banyak keuntungan, yaitu :
1.         Dapat mempelajari masalah-masalah sosial yang perlu mendapatkan pemecahannya;
2.         Sifat pengajaran akan mencerminkan suasana yang mengarah pada prospek kehidupan yang demokratis;
3.         Dapat berlatih berbeda pendapat, suatu hal yang sangat penting dalam memperkuat asas demokrasi;
4.         Bahan yang tabu seringkali sangat dekat kegunaannya dengan kebutuhan pribadi maupun masyarakat.
Oemar Hamalik merumuskan pendidikan IPS berorientasi pada tingkah laku para siswa, yaitu :
1.      Pengetahuan dan Pemahaman
Salah satu fungsi pengajaran IPS adalah mentransmisikan pengetahuan dan pemahaman tentang masyarakat berupa fakta-fakta dan ide-ide kepada anak.
2.      Sikap belajar
IPS juga bertujuan untuk mengembangkan sikap belajar yang baik. Artinya dengan belajar IPS anak memiliki kemampuan menyelidiki (inkuiri) untuk menemukan ide-ide, konsep-konsep baru sehingga mereka mampu melakukan perspektif untuk masa yang akan datang.
3.      Nilai-nilai sosial dan sikap
Anak membutuhkan nilai-nilai untuk menafsirkan fenomena dunia sekitarnya, sehingga mereka mampu melakukan perspektif.Nilai-nilai sosial merupakan unsur penting di dalam pengajaran IPS. Berdasar nilai-nilai sosial yang berkembang dalam masyarakat, maka akan berkembang pula sikap-sikap sosial anak. Faktor keluarga, masyarakat, dan pribadi/tingkah laku guru sendiri besar pengaruhnya terhadapa perkembangan nilai-nilai dan sikap anak.
4.      Keterampilan dasar IPS
Anak belajar menggunakan keterampilan dan alat-alat studi sosial, misalnya mencari bukti dengan berpikir ilmiah, keterampilan mempelajari data masyarakat, mempertimbangkan validitas dan relevansi data, mengklasifikasikan dan menafsirkan data-data sosial, dan merumuskan kesimpulan.

C.     Ruang Lingkup Pendidikan IPS
Secara mendasar, pembelajaran IPS berkenaan dengan kehidupan manusia yang melibatkan segala tingkah laku dan kebutuhannya. IPS berkenaan dengan cara manusia memenuhi kebutuhannya, baik kebutuhan untuk memenuhi materi, budaya, dan kejiwaannya, memanfaatkan sumberdaya yang ada dipermukaan bumi, mengatur kesejahteraan dan pemerintahannya maupun kebutuhan lainnya dalam rangka mempertahankan kehidupan manusia. Singkatnya, IPS mempelajari, menelaah, dan mengkaji sistem kehidupan manusia di permukaan bumi ini dalam konteks sosialnya atau manusia sebagai anggota masyarakat.
Dengan pertimbangan bahwa manusia dalam konteks sosial demikian luas, pengajaran IPS pada jenjang pendidikan harus dibatasi sesuai dengan
kemampuan peserta didik pada tiap jenjang, sehingga ruang lingkup pengajaran IPS pada jenjang pendidikan dasar berbeda dengan jenjang pendidikan menengah dan pendidikan tinggi.
Pada jenjang pendidikan dasar, ruang lingkup pengajaran IPS dibatasi sampai pada gejala dan masalah sosial yang dapat dijangkau pada geografi dan sejarah.Terutama gejala dan masalah sosial kehidupan sehari-hari yang ada di lingkungan sekitar peserta didik MI/SD.
Pada jenjang pendidikan menengah, ruang lingkup kajian diperluas.Begitu juga pada jenjang pendidikan tinggi, bobot dan keluasan materi dan kajian semakin dipertajam dengan berbagai pendekatan.Pendekatan interdisipliner atau multidisipliner dan pendekatan sistem menjadi pilihan yang tepat untuk diterapkan karena IPS pada jenjang pendidikan tinggi menjadi sarana melatih daya pikir dan daya nalar mahasiswa secara berkesinambungan.
Sebagaimana telah dikemukakan di depan, bahwa yang dipelajari IPS adalah manusia sebagai anggota masyarakat dalam konteks sosialnya, ruang lingkup kajian IPS meliputi:
a.       Substansi materi ilmu-ilmu sosial yang bersentuhan dengan masyarakat,
b.      Gejala, masalah, dan peristiwa sosial tentang kehidupan masyarakat.
Kedua lingkup pengajaran IPS ini harus diajarkan secara terpadu karena pengajaran IPS tidak hanya menyajikan materi-materi yang akan memenuhi ingatan peserta didik tetapi juga untuk memenuhi kebutuhan sendiri sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan masyarakat. Oleh karena itu, pengajaran IPS harus menggali materi-materi yang bersumber pada masyarakat.Dengan kata lain, pengajaran IPS yang melupakan masyarakat atau yang tidak berpijak pada kenyataan di dalam masyarakat tidak akan mencapai tujuannya.
Ditinjau dari aspek-aspeknya ruamg lingkup PIPS meliputi hubungan sosial, ekonomi, psikologi sosial, budaya, sejarah, gegrafi dan politik.
Ditinjau kelompoknya meliputi keluarga, RT, RW, WK, Warga Desa, ormasy, sampai ke tingkat desa, lokal, nasional, regional dan global.
Proses interaksi sosial meliputi interaksi bidang kebudayaan, politik dan ekonomi.Mengingat luasnya cakupan IPS maka guru IPS wajib melakukan seleksi agar sesuai dengan tingkat jenjang dan kemampuan peserta didik, dan guru juga wajib mengenali sumber dan pendekatan yang sesuai dengan peserta didik.
1.      Nilai-nilai yang dikembangkan IPS
a.       Nilai Edukatif
Salah satu tolok ukur keberhasilan pelaksanaan pendidikan IPS adalah adanya perubahan tingkah laku sosial peserta didik kearah yang lebih baik.
Menanamkan perasaan, kesadaran, penghayatan, sikap, kepedulian dan tanggung jawab sosial melalui pendidikan IPS.Fakta sosial diproses melalui metode dan pendekatan IPS untuk membangkitkan sikap positif di atas.
Sikap positif diatas terus dikembangkan dalam pendidikan IPS untuk mengubah perilaku peserta didik kearah kerja sama, gotong royong, dan membantu pihak-pihak yang membutuhkan.
Proses pembelajaran IPS tidak hanya terbatas di kelas dan sekolah pada umumnya melainkan lebih jauh dari itu dilaksanakan dalam kehidupan praktis sehari-hari.
b.      Nilai Praktis
Pelajaran dan pendidikan tidak memiliki makna yang baik jika tidak memiliki nilai praktis.
Pokok bahasan IPS tidak hanya konsep teoritis belaka, tapi digali dari kehidupan sehari- hari yang disesuaikan dengan umur dan kegiatan siswa. Pengetahuan IPS bermanfaat secara praktis dalam kehidupan dimasa depan.
c.       Nilai Teoritis
Pendidikan IPS tidak hanya menyajikan fakta dan data yang terlepas namun menelaah keterkaitan suatu aspek kehidupan sosial dengan lainnya.
Dibina dan dikembangkan kemampuan nalar kearah sense of reality, sense of discovery, sense of inquiry,  dan kemampuan mengajukan hipotesis terhadap suatu masalah.
Dalam menghadapai kehidupan sosial yang berubah ini kemampuan berteori sangat berguna dan strategis.Disini pendidikan membina dan mengembangkan.
d.      Nilai Filsafat
Menumbuhkan kemampuan merenungkan keberadaanNya dan pernanNya di tengah masyarakat sehingga tumbuh kesadaran mereka selaku anggota masyarakat.Atau sebagai makhluk sosial.
e.       Nilai Ketuhanan
Selaku guru IPS harus menyadari bahwa materi proses pembelajaran apapun pada pendidikan IPS wajib berlandaskan nilai ketuhanan.
Kekaguman akan ciptaa-Nya akan menumbuhkan rasa syukur kepada-Nya sebagaikunci kebahagiaan manusia lahir dan bathin.
2.      Proses Pembelajaran Bertahap
a.       Sejarah
b.      Ekonomi
c.       Budaya
d.      Psikologi
e.       Hub sosial
f.       Politik
g.      Geografi
3.      Proses Pembelajaran IPS
1.      Penguasaan materi sebagai landasan kepercayaan,
2.      Anak didik kita tidak kosong sama sekali oleh pengetahuan sosial,
3.      Proses pembelajaran mengkaitkan fenomena yang ada di sekitar anak, dapat memperkaya pengetahuan, mempertajam penalaran,
4.      Anak mempunyai pengetahuan sesuai dengan penghayatan dan pegalamannya
5.      Makna yang wajib dihayati dalam proses pembelajaran IPS yaitu nilai-nilai kehidupan yang menjadi landasan kebahagiaan hidup di masyarakat sebagai makluk sosial,
6.      Pendidikan yang tidak dilandasi oleh nilai-nilai yang bermakna, akan menjadikan siswa yang berkemampuan intelektual tinggi namun emosinya tumpul.

D.    Kedudukan Pendidikan IPS di Indonesia Saat Ini
IPS merupakan mata pelajaran yang mempelajari kehidupan sosial yang didasarkan pada bahan kajian geografi, ekonomi, sosiologi, antropologi, tatanegara dan sejarah (kurikulum, 1994) yang bertujuan untuk mengembangkan pengetahuan dan keterampilan dasar yang berguna bagi dirinya dalm kehidupan sehari – hari, tetapi kenyataan dilapangan berbeda dengan yang diharapkan, IPS dalam kehidupan, baik kalangan siswa maupun orang tua dianggap sesuatu yang tidak membanggakan, contoh lain : IPS hanya sebagai hapalan belaka sehingga bosan, tidak dapat menggunakan alat –alat kongkrit (fasif), tidak menjamin, sehingga yang amsuk IPS dianggap orang – orang yang gagal, padahal tidak demikina eksistensi IPS dalam membentuk kepribadian dan mengasah kecerdsan siswa.
Seorang guru SD yang kreatif dapat dilihat pada saat mengajar pelajaran IPS.Tidak selamanya materi IPS dapat diceritakan dan dihafalkan, melainkan harus menggunakan nalar dan intelegensi yang tinggi seperti belajar tentang geologi, geomorfologi, kosmografi.Tanpa berfikir yang rasional dan nalar yang tinggi sangat sulit mengerti tentang bahan kajian tersebut.Tidak hanya pelajaran eksak yang menjadi tolak ukur kecerdasan siswa pelajaran IPS pun dapat dijadikan tolak ukur, karena siswa yang cerdaslah yang dapat menelaah, menganalisa, dan mengambil suatu kesimpulan terhadap suatu peristiwa sosial yang terjadi di masyarakat.
Memandang perlunya pendidikan IPS bagi setiap warga negara Apresiasi terhadap social studies (pendidikan IPS) terus bertambah dari berbagai negara, terutama di Amerika, Inggris, dan berbagai negara di Eropa, dan baru berkembang ke berbagai negara di Australia dan Asia termasuk Indonesia.
Prof. Dr. Said Hamid Hasan, M.A., guru besar Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial (PIPS) UPI Bandung, mensinyalir + 60% guru PIPS di Indonesia tidak berlatar belakang pendidikan IPS. Sinyalemen ini dikemukakannya pada saat Seminar Nasional dan Musyawaroh Daerah I Himpunan Sarjana Pendidikan Ilmu-ilmu Sosial Indonesia (HISPISI) Jawa Barat, di Bandung (31 Oktober 2002). 
Atas dasar ini, tidaklah berlebihan kiranya apabila dalam kenyataan hidup di masyarakat, mata pelajaran IPS dalam pandangan orang tua siswa menempati kedudukan "kelas dua" dibandingkan dengan posisi IPA, demikian penegasan Prof. Dr. Nursid Sumaatmadja, dalam momentum seminar yang sama.
Sementara itu, pakar PIPS lainnya (seperti Prof. Nu`man Somantri, M.Sc.Ed, Prof. Dr. Azis Wahab, M.A., dan Prof. Dr. Suwarma Al Muchtar, S.H. M.Pd.) mengungkapkan, bahwa proses pembelajaran IPS di tingkat persekolahan mengandung beberapa kelemahan seperti:  
1.      Kurang memperhatikan perubahan-perubahan dalam tujuan, fungsi , dan peran PIPS di sekolah Tujuan pembelajaran kurang jelas dan tidak tegas (not purposeful). 
2.      Posisi, peran, dan hubungan fungsional dengan bidang studi lainnya terabaikan Informasi faktual lebih bertumpu pada buku paket yang out of date dan kurang mendayagunakan sumbr-sumber lainnya.
3.      Lemahnya transfer informasi konsep ilmu-ilmu sosial Out put PIPS tidak memberi tambahan daya dan tidak pula mengandung kekuatan (not empowering and not powerful). 
4.      Guru tidak dapat meyakinkan siswa untuk belajar PIPS lebih bergairan dan bersungguh-sungguh Siswa tidak dibelajarkan untuk membangun konseptualisasi yang mandiri. 
5.      Guru lebih mendominasi siswa (teacher centered) Kadar pembelajaran yang rendah, kebutuhan belajar siswa tidak terlayani. 
6.      Belum membiasakan pengalaman nilai-nilai kehidupan demokrasi sosial kemasyarakatan dengan melibatkan siswa dan seluruh komunitas sekolah dalam berbagai aktivitas kelas dan sekolah Dalam pertemuan kelas tidak menggagendakan setting lokal, nasional, dan global, khususnya berkaitan dengan struktur sistem sosial dan perilaku kemasyarakatan.
PIPS yang diajarkan di sekolah-sekolah di Indonesia pada prinsipnya identik dengan studi sosial (social studies) yang diajarkan di sekolah-sekolah di luar negeri, terutama di Amerika Serikat, tetapi isinya (content) disesuaikan dengan kondisi Indonesia (Sanusi, 1998; Somantri, 2001). Berkenaan dengan PIPS yang diajarkan di level pendidikan dasar, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1994) menerangkan bahwa PIPS adalah mata pelajaran yang mempelajari kehidupan sosial yang didasarkan pada bahan kajian pokok geografi, ekonomi, sosiologi, antropologi, tata negara, dan sejarah.
Perbedaan antara ilmu-ilmu sosial dan PIPS, menurut Frasser and West (1993), terletak pada "systematically structured bodies of scholarly content and psychologically structures selection of instructional content". 
Kedudukan konsep ilmu, teknologi dan kemasyarakatan semakin penting dalam era masyarakat modern yang banyak menimbulkan masalah-masalah kompleks. Kenyataan ini akan semakin dirasakan apabila dalam penjelasanya memberi informasi lebih jauh bahwa pemecahan masalah-masalah tersebut menghendaki adanya kedudukan dari berbagai disiplin ilmu.
IPS sebagai mata pelajaran di lembaga pendidikan mempunyai peran yang sangat strategis. Hal ini terbukti dengan banyak ide atau pemikiran dari para ahli seperti Robert E. Yager yang memasukkan ilmu, teknologi dan masyarakat (ITM) baik sebagai bidang penerapan dan hubungan, kreativitas dan sikap, maupun konsep dan proses.
Remy (1990) mengemukakan konsep ITM memberikan konstribusi secara langsung terhadap misi pokok IPS, khususnya dalam mempersiapkan warga negara yang:
1.      Memahami ilmu pengetahuan di masyarakat.
2.      Pengambilan keputusan warga negara.
3.      Membuat hubungan antar pengetahuan.
4.      Mengingatkan generasi pada sejarah bangsa-bangsa beradab.
Melalui suatu studi "Project Synthesis", Noris Harms mengembangkan tujuan IPS untuk pendidikan sebagai berikut:
1.      IPS untuk memenuhi kebutuhan pribadi individu.
2.      IPS untuk memecahkan persoalan-persoalan kemasyarakatan masa kini.
3.      IPS Untuk membantu dalam memilih karir.
4.      IPS untuk mempersiapkan studi lanjutan.


DAFTAR PUSTAKA

______. 2007. Ruang Lingkup dan ProsesPembelajaran IPS. [online]. [28 Juni 2012].
______. 2009. Kedudukan dan Peranan IPS. [online]. [1Juli2012].
______. 2010. Pendidikan dan Pembelajaran IPS. [online]. [1 Juli 2012].
______. 2010. Pengertian Ruang Lingkup dan TujuanIPS. [online]. [28 Juni 2012].
Ivana.2010. Ilmu Pengetahuan Sosial. [online]. Tersedia: justanotherwordpress. com. [29 Juni 2012].
Mangkoesapoetra, Arif. 2004. Quo Vadis, Pendidikan Ips diIndonesia?.[online]. .[29 Juni 2012].
Sapriya. 2008. Pendidikan IPS. Bandung: Laboratorium PKN Press.




disusun oleh :  Panreppi, Syarifah,  Darin, Eka,  Adika,  Sandi,  Listia,  Harina, Anna. 

4 comments:

  1. Thanks ya sob udah berbagi ilmu .....................



    bisnistiket.co.id

    ReplyDelete
  2. kak mau tanya dong pada tahun 1968 nama pelajarannya (Sda) kepanjangannya apa yaa? sebelumnya terimakasih :)

    ReplyDelete
  3. Terimakasih kak atas ilmunya sangat membantu kami dalam pembuatan makalah Jazakumullah

    ReplyDelete