BAB II
ISI
A. Sejarah
Pendidikan IPS
Untuk
pertama kali Social Studies diperkenalkan di kota Rugby, Inggris, tahun 1827.
Yang berjasa memasukkan ke dalam kurikulum sekolah adalah Dr Thomas Arnold,
direktur sekolah itu.Yang melatarbelakangi adalah keadaan masyarakat Inggris
setengah abad sesudah revolusi industri.Masyarakat Inggris mengalami dekadensi
moral setelah terjadi Revolusi Industri. Social Studies menjadi bagian dalam
proses rehumanisasi masyarakat Inggris. Sedangkan di AmerIka Serikat Social Studie
mulai didengungkan di negara bagian Wisconsin.Sesudah Perang Saudara
(1861-1865) keadaan masyarakat tidak langsung tenteram.Keadaan diperberat
karena masyarakat AS yang amat majemuk. Orang AS masih traumatis akan
terjadinya perang lagi. Para pendidik memikirkan bagaimana dapat diciptakan
suatu harmoni di masyarakat majemuk.Selain itu juga adanya perbedaan sosial
ekonomi yang sangat tajam.Para pakar kemasyarakatan dan pendidikan berusaha
keras untuk menjadikan penduduk yang multi ras tersebut menjadi merasa satu
bangsa yaitu bangsa Amerika. Salah satu cara yang ditempuh adalah dengan
memasukkan social studies ke dalam kurikulum sekolah di negara bagian Wisconsin
pada tahun 1892. Setelah dilakukan penelitian, maka pada awal abad 20, sebuah
Komisi Nasional dari The National Education Association memberikan rekomendasi
tentang perlunya social studies dimasukkan ke dalam kurikulum semua sekolah
dasar dan sekolah menengah Amerika Serikat. Adapun wujud social studies ketika
lahir merupakan semacam ramuan dari mata pelajaran sejarah, geografi dan
civics.
Latar
belakang dimasukkannya bidang studi IPS ke dalam kurikulum sekolah di Indonesia
sangat berbeda dengan di Inggris dan Amerika Serikat.Pertumbuhan IPS di
Indonesia tidak terlepas dari situasi kacau, termasuk dalam bidang pendidikan,
sebagai akibat pemberontakan G30S/PKI, yang akhirnya dapat ditumpas oleh
Pemerintahan Orde Baru.Setelah keadaan tenang pemerintah melancarkan Rencana
Pembangunan Lima Tahun (Repelita). Pada masa Repelita I (1969-1974) Tim
Peneliti Nasional di bidang pendidikan menemukan lima masalah nasional dalam
bidang pendidikan.
1. Kuantitas,
berkenaan dengan perluasan dan pemerataan kesempatan belajar.
2. Kualitas,
menyangkut peningkatan mutu lulusan
3. Relevansi,
berkaitan dengan kesesuaian sistem pendidikan dengan kebutuhan pembangunan.
4. Efektifitas
sistem pendidikan dan efisiensi penggunaan sumber daya dan dana.
5. Pembinaan
generasi muda dalam rangka menyiapkan tenaga produktif bagi kepentingan
pembangunan nasional.
Istilah
IPS (Ilmu Pengetahuan Sosial) pertama kali muncul dalam Seminar Nasional
tentang Civic Education tahun 1972 di Tawangmangu Solo
Jawa Tengah. Dalam laporan seminar tersebut, muncul 3 istilah dan digunakan
secara bertukar pakai, yaitu :
1. Pengetahuan
Sosial
2. Studi
Sosial
3. Ilmu
Pengetahuan Sosial
Konsep
IPS untuk pertama kalinya masuk ke dunia persekolahan pada tahun 1972-1973
dalam Kurikulum Proyek Perintis Sekolah Pembangunan (PSSP) IKIP Bandung.Dalam
kurikulum SD 8 tahun PPSP ini digunakan istilah “Pendidikan Kewarganegaraan
Negara/Studi Sosial” sebagai mata pelajaran terpadu.
Sedangkan
dalam Kurikulum Sekolah Menengah 4 tahun, digunakan istilah:
1. Studi
Sosial sebagai mata pelajaran inti untuk semua siswa dan sebagai bendera untuk
geografi, sejarah dan ekonomi sebagai mata pelajaran mayor ada jurusan IPS.
2. Pendidikan
Kewargaan Negara sebagai mata pelajaran inti bagi semua jurusan.
3. Civics
dan Hukum sebagai mata pelajaran mayor pada jurusan IPS.
Pada tahap kurikulum
PPSP konsep pendidikan IPS diwujudkan dalam 3 bentuk, yaitu:
1. Pendidikan
IPS, terintegrasi dengan nama Pendidikan Negara/Studi Sosial.
2. Pendidikan
IPS terpisah, istilah IPS digunakan sebagai konsep paying untuk sejarah,
ekonomi dan geografi.
3. Pendidikan
Kewargaan Negara sebagai suatu bentuk pendidikan IPS khusus.
Konsep
pendidikan IPS tersebut lalu memberi inspirasi terhadap kurikulum 1975 yang
menampilkan empat profil, yaitu:
Pendidikan Moral
Pancasila menggantikan Kewargaan Negara sebagai bentuk pendidikan IPS khusus.
1. Pendidikan
IPS terpadu untuk SD
2. Pendidikan
IPS terkonfederasi untuk SNIP yang menempatkan IPS sebagai konsep peyung untuk
sejarah, geografi dan ekonomi koperasi.
3. Pendidikan
IPS terisah-pisah yang mencakup mata pelajaran sejarah, ekonomi dan geografi
untuk SMA, atau sejarah dan geografi untuk SPG.
Secara
singkat IPS diartikan sebagai bidang studi kemasyarakatan secara terpadu
(integrasi). Untuk SD, IPS merupakan perpaduan mata pelajaran sejarah, geografi
dan ekonomi, untuk Sekolah Menengah Pertama sejarah, ekonomi, geografi ditambah
kependudukan dan koperasi, sedangkan untuk SMA sejarah, geografi dan ekonomi,
kependudukan, koperasi ditambah tata buku dan hitung dagang.
Konsep
pendidikan IPS seperti itu tetap dipertahankan dalam Kurikulum 1984 yang secara
konseptual merupakan penyempurnaan dari Kurikulum 1975 khususnya dalam aktualisasi
materi, seperti masuknya Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4)
sebagai materi pokok PMP.Pada kurikulum 1984, pengajaran IPS terpadu hanya
dilaksanakan di SD, sedangkan di Sekolah Menengah Pertama (SMP) digunakan
pendekatan IPS Terkait (korelasi), dan untuk SMA Atas tidak lagi dikenal IPS
terpadu , melainkan diajarkan secara terpisah. Maka muncullah mata pelajaran
sejarah, geografi, ekonomi, antropologi-sosiologi, dan tata negara yang berdiri
sendiri.
Pada
periode berikutnya, pemerintah memberlakukan kurikulum baru lagi yaitu
kurikulum l994.menurut kurikulum 1994, program pengajaran IPS di sekolah dasar
terdiri dari IPS terpadu dan sejarah nasional. IPS terpadu adalah pengetahuan
yang bersumber dari geografi, ekonomi, sosiologi, antropologi, dan ilmu politik
yang mengupas tentang berbagai kenyataan dan gejala dalam kehidupan
sehari-hari. Sedangkan sejarah nasional adalah pengetahuan mengenai proses
perkembangan masyarakat Indonesia dari masa lampau sampai dengan masa kini.
Pada
tahun 2004, pemerintah melakukan perubahan kurikulum kembali yang dikenal
dengan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Dalam kurikulum SD, IPS berganti
nama menjadi Pengetahuan Sosial. Pengembangan kurikulum Pengetahuan Sosial
merespon secara positif berbagai perkembangan informasi, ilmu pengetahuan, dan
teknologi.Hal ini dilakukan untuk meningkatkan relevansi program pembelajaran
Pengetahuan Sosial dengan keadaan dan kebutuhan setempat. Kompetensi
Pengetahuan Sosial menjamin pertumbuhan keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan
Yang Maha Esa, penguasaan kecakapan hidup, penguasaan prinsip-prinsip sosial,
ekonomi, budaya, dan kewarganegaraan sehingga tumbuh generasi yang kuat dan
berakhlak mulia.
Tahap –
tahap perkembangan Kurikulum IPS Sekolah Dasar mulai berkembang yaitu pada
Tahun 1964, 1968, 1975, 1984, 1986, 1994, 2004 hingga Kurikulum 2006 (KTSP)
yang digunakan sampai sekarang . Selintas dengan sejarah yang melatarbelakangi
perkembangan kurikulum di tanah air, maka perkembangan kurikulum secara
nasional tidak dapat dipisahkan dari perkembangan pendidikan dari dulu hingga
sekarang. Pada mata pelajaran IPS khususnya yaitu dengan adanya perubahan
kurikulum IPS di Sekolah Dasar diharapkan kurikulum ini dirancang untuk dapat
mengarahkan peserta didik untuk menjadi warga negara yang demokratis, dan
memiliki rasa tanggungjawab terhadap bangsa dan negaranya, serta dapat
mengembangkan pengetahuan, pemahaman, dan kemampuan analisis terhadap kondisi
sosial masyarakat dalam memasuki kehidupan masyarakat yang dinamis.
No
|
Kurikulum
Tahun
|
Nama
Pelajaran
|
Scope
Materi
|
Keterangan
|
1
|
1964
|
Pendidikan Kemasyarakatan
|
Ilmu bumi, sejarah dan pengetahuan
kewarganegaraan
|
MerupakanBroad Filed dari
materi tersebut dan diajarkan secara terpisah
|
2
|
1968
|
Sda
|
Ilmu bumi, sejarah, dan Pendidikan
Kemasyarakatan
|
Diajarkan sejak kelas 1 sampai
dengan kelas 6 SD
|
3
|
1975
|
Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS)
|
Pengetahuan Sosial dan sejarah
(PMP
terpisah dari IPS)
|
Diajarkan sejak kelas 3
Diajarkan
sejak kelas 1
|
4
|
1984
|
Sda
|
Disusun secara terintegrasi dari beberapa
Ilmu Sosial
|
Sejarah diajarkan secara terpisan
dari IPS
|
5
|
1986
|
Sda
|
Penyempurnaan dari kurikulum 1984
|
Kurikulum 1984 yang disempurnakan
|
6
|
1994
|
Sda
|
Sda
|
Pendekatan inkuiri
|
7
|
2004
|
Pendidikan Kewarganegaraan dan
Pengetahuan Sosial (PKPS)
|
IPS dan PKn diintegrasikan menjadi
satu bidang pengajaran di Sekolah Dasar
|
Kurikulum Berbasis Kompetensi
(KBK) yang menekankan kepada penguasaan pengetahuan, keterampilan dan sikap.
|
tabel
perkembangan sejarah IPS dalam sistem pendidikan di Indonesia
B. Alasan
diadakannya Pendidikan IPS
1. Pendidikan
IPS sebagai program pendidikan
Pendidikan IPS adalah sebuah program pendidikan dan
bukan sub-disiplin ilmu. Sehingga baik dalam nomenklatur filsafat ilmu,
disiplin ilmu-ilmu sosial, maupun ilmu pendidikan tidak akan ditemukan adanya
sub-sub disiplin PIPS.
Pendidikan IPS dalam program pendidikan sekolah
merupakan Pendidikan IPS yang memuat tiga sub tujuan, yaitu; Sebagai Pendidikan
Kewarganegaraan, Sebagai ilmu yang konsep dan generalisasinya dalam disiplin
ilmu-ilmu sosial, Sebagai ilmu yang menyerap bahan pendidikan dari kehidupan
nyata dalam masyarakat kemudian dikaji secara reflektif. Dalam program
pendidikan pendidikan IPS mempunyai
tujuan informasi dan pengetahuan (knowledge and information), nilai dan tingkah
laku (attitude and values), dan tujuan ketrampilan (skill): sosial, bekerja dan
belajar, kerja kelompok, dan ketrampilan intelektual.
PIPS yang diajarkan di sekolah-sekolah di Indonesia
pada prinsipnya identik dengan studi sosial (social studies) yang diajarkan di
sekolah-sekolah di luar negeri, terutama di Amerika Serikat, tetapi isinya
(content) disesuaikan dengan kondisi Indonesia (Sanusi, 1998; soemantri).
Berkenaan dengan PIPS yang diajarkan dilevel pendidikan dasar, Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan (1994) menerangkan bahwa PIPS adalah mata pelajaran
yang mempelejari kehidupan sosial yang didasarkan pada bahan kajian pokok
geografi, ekonomi, sosiologi, antropologi, tata negara, dan sejarah. PIPS yang
diajarkan di tingkat pendidikan dasar terdiri atas dua bahan kajian pokok :
ilmu pengetahuan sosial dan sejarah; bahan kajian sejarah meliputi perkembangan
bangsa Indonesia sejak masa lampau hingga masa kini; sedangkan bahan kajian
ilmu pengetahuan sosial mencakup lingkungan sosial, ilmu bumi, ekonomi, dan pemerintahan.
Sementara untuk jenjang pendidikan menengah, menurut
Depdikbud (1994), PIPS dimaksudkan untuk mempersiapkan siswa melanjutkan dengan
ilmu-ilmu sosial, baik dalam bidang akademik maupun pendidikan
professional.Selain daripada itu, siswa juga diberikan bekal kemampuan, secara
langsung atau tidak langsung, untuk bekerja di masyarakat.Dengan demikian untuk
jenjang pendidikan menengah, dikenal mata pelajaran antropologi, sosiologi,
geografi, sejarah, ekonomi, tata negara-yang keseluruhannya mengacu kepada
social sciences.
2. Pendidikan
IPS sebagai program pendidikan displin
ilmu
Pendidikan IPS sebagai pendidikan disiplin ilmu
dengan identitas bidang kajian ekletik yang dinamakan “an intregrated system of
knowledge “, “synthetic disclipine”, “multidimensional”, dan “kajian konseptual
sistemik” merupakan kajian (baru) yang berbeda dari kajian monodisplin atau
disiplin ilmu “tradisional. Pendekatan Monodisiplin atau sering disebut juga
sebagai pendekatan struktural, yaitu suatu bentuk atau model pendekatan yang
hanya memperhatikan satu disiplin ilmu saja, tanpa menghubungkan dengan
struktur ilmu yang lain. Jadi, pengembangan materi berdasarkan ciri dan
karakteristik dari bidang studi yang bersangkutan.
Dengan pertimbangan semakin kompleksnya permasalahan
kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia maka pada tahun 1970an mulai
diperkenalkan Pendidikan IPS (PIPS) sebagai pendidikan disiplin ilmu.(Istilah
Pendidikan disiplin ilmu pertama kali dikemukakan oleh Numan Somantri dalam
berbagai karya tulis). Gagasan tentang PIPS ini membawa implikasi bahwa PIPS
memiliki kekhasan dibandingkan dengan mata pelajaran lain sebagai pendidikan
disiplin ilmu, yakni kajian yang bersifat terpadu (integrated),
interdisipliner, multidimensional bahkan cross-disipliner. Karakteristik ini
terlihat dari perkembangan PIPS sebagai mata pelajaran disekolah yang cakupan
materinya semakin meluas seiring dengan semakin kompleks dan rumitnya
permaslahan social yang memerlukan kajian secara terintegrasi dari berbagai
disiplin ilmu-ilmu social, ilmu pengetahuan alam, teknologi, humaniora,
lingkungan bahkan system kepercayaan.
IPS sebagai program pendidikan disiplin ilmu dalam
konteks pendididkan Nasional Indonesia di harapkan akan dapat memberikan
pemikiran-pemikiran mendasar tentang perkembangan struktur, metodologi, dan
pemanfaatan PIPS sebagai pendidikan disiplin ilmu dibangun dan dikembangkan
serta ke mana arah, tujuan, dan sasaran pengembangan yang dilakukan oleh
masyarakat.
Pertimbangan lain dimasukkannya social studies ke
dalam kurikulum sekolah adalah kemampuan siswa sangat menentukan dalam
pemilihan dan pengorganisasian materi IPS. Agar materi pelajaran IPS lebih
menarik dan lebih mudah dicerna oleh siswa sekolah dasar dan menengah,
bahan-bahannya diambil dari kehidupan nyata di lingkungan masyarakat.Bahan atau
materi yang diambil dari pengalaman pribadi, teman-teman sebaya, serta
lingkungan alam, dan masyarakat sekitarnya. Hal ini akan lebih mudah dipahami
karena mempunyai makna lebih besar bagi para siswa dari pada bahan pengajaran yang
abstrak dan rumit dari Ilmu-ilmu Sosial.
Menurut Mohammad Numan Somantri, 2001 pada dasarnya
ada empat pendapat mengenai tujuan pengajaran IPS di sekolah, yaitu:
·
Pertama, ada yang
berpendapat bahwa tujuan pengajaran IPS di sekolah adalah untuk mendidik para
siswa menjadi ahli ekonomi, politik, hukum, sosiologi dan pengetahuan sosial
lainnya. Menurut paham ini, kurikulum pengajaran IPS harus diorganisasikan
secara terpisah-pisah sesuai dengan body of knowledge masing-masing disiplin
ilmu sosial tersebut.Organisasi pelajaran harus disusun menurut struktur
disiplin ilmunya, baik proses penyusunan syntactical structure-nya maupun
conceptual structure-nya. Tidak ada masalah dalam meramu bahan pelajaran dengan
disiplin yang lainnya. Demikian pula tidak ada masalah untuk menjadikan para
siswa menjadi warga negara yang baik.Walaupun demikian, aliran ini mengakui
pentingnya menumbuhkan ciri warga negara yang baik, karena hal itu akan datang
dengan sendirinya setelah para siswa mempelajari masing-masing disiplin ilmu
sosial tersebut. Golongan yang menganut pahan ini tidak setuju apabila nama
pengajaran IPS di sekolah di sebut “social studies”, tetapi harus disebut
“social sciences”. Golongan ini menekankan pada “content continumm” dalam
mencapai tujuan pembelajaran IPS.
·
Kedua, bahwa tujuan
pengajaran IPS di sekolah adalah menumbuhkan warga negara yang baik. Menurut
paham ini, sifat warga negara yang baik akan lebih mudah ditumbuhkan pada siswa
apabila guru mendidik mereka dengan jalan menempatkannya dalam konteks kebudayaannya
dari pada memusatkan perhatian pada disiplin ilmu sosial yang terpisah-pisah
seperti dilakukan di universitas. Karena itu, pengorganisasian bahannya harus
secara ilmiah dan psikologis. Golongan ini menghendaki agar program pengajaran
mengkorelasikan bahkan harus mungkin mengintegrasikan beberapa disiplin ilmu
sosial, dalam unit program studi. Golongan ini menekankan pada “process
continum” dalam mencapai tujuan pengajaran IPS.
·
Ketiga, merupakan
kompromi dari pendapat pertama dan kedua, golongan ini mengakui kebenaran
masing-masing pendapat pertama dan kedua di atas. Tujuan program pengajaran IPS
menurut kelompok ini adalah simplifikasi dan distilasi dari berbagai ilmu-ilmu
sosial untuk kepentingan pendidikan ( Wesley, 1964 dalam Dedi Supriyadi dan
Rohmat Mulyana, 2001). Golongan ini berpendapat bahwa bahan pelajaran IPS
merupakan sebagian dari hasil penelitian dalam ilmu-ilmu sosial, untuk kemudian
dipilih dan diramu agar cocok untuk program pengajaran di sekolah.
·
Keempat, berpendapat
bahwa pengajaran IPS di sekolah dimaksudkan untuk mempelajari bahan pelajaran
yang sifatnya “tertutup” (closed areas). Maksudnya ialah bahwa dengan
mempelajari bahan pelajaran yang pantang (tabu) untuk dibicarakan, para siswa
akan memperoleh kesempatan untuk memecahkan konflik intrapersonal maupun
antar-personal. Bahan pelajaran IPS yang tabu tersebut dapat timbul dari bidang
ekonomi, politik, sejarah, sosiologi dan ilmu-ilmu sosial lainnya. Dengan
mempelajari hal-hal yang tabu, para siswa akan memperoleh banyak keuntungan,
yaitu :
1.
Dapat mempelajari
masalah-masalah sosial yang perlu mendapatkan pemecahannya;
2.
Sifat pengajaran akan
mencerminkan suasana yang mengarah pada prospek kehidupan yang demokratis;
3.
Dapat berlatih berbeda
pendapat, suatu hal yang sangat penting dalam memperkuat asas demokrasi;
4.
Bahan yang tabu
seringkali sangat dekat kegunaannya dengan kebutuhan pribadi maupun masyarakat.
Oemar
Hamalik merumuskan pendidikan IPS berorientasi pada tingkah laku para siswa,
yaitu :
1. Pengetahuan
dan Pemahaman
Salah
satu fungsi pengajaran IPS adalah mentransmisikan pengetahuan dan pemahaman
tentang masyarakat berupa fakta-fakta dan ide-ide kepada anak.
2. Sikap
belajar
IPS
juga bertujuan untuk mengembangkan sikap belajar yang baik. Artinya dengan
belajar IPS anak memiliki kemampuan menyelidiki (inkuiri) untuk menemukan
ide-ide, konsep-konsep baru sehingga mereka mampu melakukan perspektif untuk
masa yang akan datang.
3. Nilai-nilai
sosial dan sikap
Anak
membutuhkan nilai-nilai untuk menafsirkan fenomena dunia sekitarnya, sehingga
mereka mampu melakukan perspektif.Nilai-nilai sosial merupakan unsur penting di
dalam pengajaran IPS. Berdasar nilai-nilai sosial yang berkembang dalam
masyarakat, maka akan berkembang pula sikap-sikap sosial anak. Faktor keluarga,
masyarakat, dan pribadi/tingkah laku guru sendiri besar pengaruhnya terhadapa
perkembangan nilai-nilai dan sikap anak.
4. Keterampilan
dasar IPS
Anak
belajar menggunakan keterampilan dan alat-alat studi sosial, misalnya mencari
bukti dengan berpikir ilmiah, keterampilan mempelajari data masyarakat,
mempertimbangkan validitas dan relevansi data, mengklasifikasikan dan
menafsirkan data-data sosial, dan merumuskan kesimpulan.
C. Ruang
Lingkup Pendidikan IPS
Secara mendasar,
pembelajaran IPS berkenaan dengan kehidupan manusia yang melibatkan segala
tingkah laku dan kebutuhannya. IPS berkenaan dengan cara manusia memenuhi
kebutuhannya, baik kebutuhan untuk memenuhi materi, budaya, dan kejiwaannya,
memanfaatkan sumberdaya yang ada dipermukaan bumi, mengatur kesejahteraan dan
pemerintahannya maupun kebutuhan lainnya dalam rangka mempertahankan kehidupan
manusia. Singkatnya, IPS mempelajari, menelaah, dan mengkaji sistem
kehidupan manusia di permukaan bumi ini dalam konteks sosialnya atau manusia
sebagai anggota masyarakat.
Dengan pertimbangan bahwa
manusia dalam konteks sosial demikian luas, pengajaran IPS pada
jenjang pendidikan harus dibatasi sesuai dengan
kemampuan peserta didik pada tiap jenjang, sehingga ruang lingkup pengajaran IPS pada jenjang pendidikan dasar berbeda dengan jenjang pendidikan menengah dan pendidikan tinggi.
kemampuan peserta didik pada tiap jenjang, sehingga ruang lingkup pengajaran IPS pada jenjang pendidikan dasar berbeda dengan jenjang pendidikan menengah dan pendidikan tinggi.
Pada jenjang pendidikan
dasar, ruang lingkup pengajaran IPS dibatasi sampai pada gejala dan
masalah sosial yang dapat dijangkau pada geografi dan sejarah.Terutama gejala
dan masalah sosial kehidupan sehari-hari yang ada di lingkungan sekitar peserta
didik MI/SD.
Pada jenjang pendidikan
menengah, ruang lingkup kajian diperluas.Begitu juga pada jenjang pendidikan
tinggi, bobot dan keluasan materi dan kajian semakin dipertajam dengan berbagai
pendekatan.Pendekatan interdisipliner atau multidisipliner dan pendekatan
sistem menjadi pilihan yang tepat untuk diterapkan karena IPS pada jenjang
pendidikan tinggi menjadi sarana melatih daya pikir dan daya nalar mahasiswa
secara berkesinambungan.
Sebagaimana telah
dikemukakan di depan, bahwa yang dipelajari IPS adalah manusia sebagai anggota
masyarakat dalam konteks sosialnya, ruang lingkup kajian IPS meliputi:
a. Substansi materi
ilmu-ilmu sosial yang bersentuhan dengan masyarakat,
b. Gejala, masalah, dan
peristiwa sosial tentang kehidupan masyarakat.
Kedua lingkup pengajaran
IPS ini harus diajarkan secara terpadu karena pengajaran IPS tidak hanya
menyajikan materi-materi yang akan memenuhi ingatan peserta didik tetapi juga
untuk memenuhi kebutuhan sendiri sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan
masyarakat. Oleh karena itu, pengajaran IPS harus menggali materi-materi yang
bersumber pada masyarakat.Dengan kata lain, pengajaran IPS yang melupakan
masyarakat atau yang tidak berpijak pada kenyataan di dalam masyarakat tidak
akan mencapai tujuannya.
Ditinjau dari
aspek-aspeknya ruamg lingkup PIPS meliputi hubungan sosial, ekonomi, psikologi
sosial, budaya, sejarah, gegrafi dan politik.
Ditinjau kelompoknya
meliputi keluarga, RT, RW, WK, Warga Desa, ormasy, sampai ke tingkat desa,
lokal, nasional, regional dan global.
Proses interaksi sosial
meliputi interaksi bidang kebudayaan, politik dan ekonomi.Mengingat luasnya
cakupan IPS maka guru IPS wajib melakukan seleksi agar sesuai dengan tingkat
jenjang dan kemampuan peserta didik, dan guru juga wajib mengenali sumber dan
pendekatan yang sesuai dengan peserta didik.
1.
Nilai-nilai yang dikembangkan IPS
a.
Nilai Edukatif
Salah satu tolok ukur
keberhasilan pelaksanaan pendidikan IPS adalah adanya perubahan tingkah laku
sosial peserta didik kearah yang lebih baik.
Menanamkan perasaan,
kesadaran, penghayatan, sikap, kepedulian dan tanggung jawab sosial melalui
pendidikan IPS.Fakta sosial diproses melalui metode dan pendekatan IPS untuk
membangkitkan sikap positif di atas.
Sikap positif diatas
terus dikembangkan dalam pendidikan IPS untuk mengubah perilaku peserta didik
kearah kerja sama, gotong royong, dan membantu pihak-pihak yang membutuhkan.
Proses pembelajaran IPS
tidak hanya terbatas di kelas dan sekolah pada umumnya melainkan lebih jauh
dari itu dilaksanakan dalam kehidupan praktis sehari-hari.
b.
Nilai Praktis
Pelajaran dan pendidikan
tidak memiliki makna yang baik jika tidak memiliki nilai praktis.
Pokok bahasan IPS tidak
hanya konsep teoritis belaka, tapi digali dari kehidupan sehari- hari yang
disesuaikan dengan umur dan kegiatan siswa. Pengetahuan IPS bermanfaat secara
praktis dalam kehidupan dimasa depan.
c.
Nilai Teoritis
Pendidikan IPS tidak
hanya menyajikan fakta dan data yang terlepas namun menelaah keterkaitan suatu
aspek kehidupan sosial dengan lainnya.
Dibina dan dikembangkan
kemampuan nalar kearah sense of reality, sense of discovery, sense
of inquiry, dan kemampuan mengajukan
hipotesis terhadap suatu masalah.
Dalam menghadapai
kehidupan sosial yang berubah ini kemampuan berteori sangat berguna dan
strategis.Disini pendidikan membina dan mengembangkan.
d.
Nilai Filsafat
Menumbuhkan kemampuan
merenungkan keberadaanNya dan pernanNya di tengah masyarakat sehingga tumbuh
kesadaran mereka selaku anggota masyarakat.Atau sebagai makhluk sosial.
e.
Nilai Ketuhanan
Selaku guru IPS harus
menyadari bahwa materi proses pembelajaran apapun pada pendidikan IPS wajib
berlandaskan nilai ketuhanan.
Kekaguman akan ciptaa-Nya
akan menumbuhkan rasa syukur kepada-Nya sebagaikunci kebahagiaan manusia lahir
dan bathin.
2.
Proses Pembelajaran Bertahap
a.
Sejarah
b.
Ekonomi
c.
Budaya
d.
Psikologi
e.
Hub sosial
f.
Politik
g.
Geografi
3.
Proses Pembelajaran IPS
1.
Penguasaan materi sebagai landasan kepercayaan,
2.
Anak didik kita tidak kosong sama sekali oleh
pengetahuan sosial,
3.
Proses pembelajaran mengkaitkan fenomena yang
ada di sekitar anak, dapat memperkaya pengetahuan, mempertajam penalaran,
4.
Anak mempunyai pengetahuan sesuai dengan
penghayatan dan pegalamannya
5.
Makna yang wajib dihayati dalam proses
pembelajaran IPS yaitu nilai-nilai kehidupan yang menjadi landasan kebahagiaan
hidup di masyarakat sebagai makluk sosial,
6.
Pendidikan yang tidak dilandasi oleh
nilai-nilai yang bermakna, akan menjadikan siswa yang berkemampuan intelektual
tinggi namun emosinya tumpul.
D. Kedudukan
Pendidikan IPS di Indonesia Saat Ini
IPS merupakan mata pelajaran yang
mempelajari kehidupan sosial yang didasarkan pada bahan kajian geografi,
ekonomi, sosiologi, antropologi, tatanegara dan sejarah (kurikulum, 1994) yang
bertujuan untuk mengembangkan pengetahuan dan keterampilan dasar yang berguna
bagi dirinya dalm kehidupan sehari – hari, tetapi kenyataan dilapangan berbeda
dengan yang diharapkan, IPS dalam kehidupan, baik kalangan siswa maupun orang
tua dianggap sesuatu yang tidak membanggakan, contoh lain : IPS hanya sebagai
hapalan belaka sehingga bosan, tidak dapat menggunakan alat –alat kongkrit
(fasif), tidak menjamin, sehingga yang amsuk IPS dianggap orang – orang yang
gagal, padahal tidak demikina eksistensi IPS dalam membentuk kepribadian dan
mengasah kecerdsan siswa.
Seorang guru SD yang kreatif dapat
dilihat pada saat mengajar pelajaran IPS.Tidak selamanya materi IPS dapat
diceritakan dan dihafalkan, melainkan harus menggunakan nalar dan intelegensi yang
tinggi seperti belajar tentang geologi, geomorfologi, kosmografi.Tanpa berfikir
yang rasional dan nalar yang tinggi sangat sulit mengerti tentang bahan kajian
tersebut.Tidak hanya pelajaran eksak yang menjadi tolak ukur kecerdasan siswa
pelajaran IPS pun dapat dijadikan tolak ukur, karena siswa yang cerdaslah yang
dapat menelaah, menganalisa, dan mengambil suatu kesimpulan terhadap suatu
peristiwa sosial yang terjadi di masyarakat.
Memandang perlunya pendidikan IPS
bagi setiap warga negara Apresiasi terhadap social studies (pendidikan
IPS) terus bertambah dari berbagai negara, terutama di Amerika, Inggris, dan
berbagai negara di Eropa, dan baru berkembang ke berbagai negara di Australia
dan Asia termasuk Indonesia.
Prof. Dr. Said Hamid Hasan, M.A., guru
besar Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial (PIPS) UPI Bandung, mensinyalir + 60%
guru PIPS di Indonesia tidak berlatar belakang pendidikan IPS. Sinyalemen ini
dikemukakannya pada saat Seminar Nasional dan Musyawaroh Daerah I Himpunan
Sarjana Pendidikan Ilmu-ilmu Sosial Indonesia (HISPISI) Jawa Barat, di Bandung
(31 Oktober 2002).
Atas dasar ini, tidaklah berlebihan
kiranya apabila dalam kenyataan hidup di masyarakat, mata pelajaran IPS dalam
pandangan orang tua siswa menempati kedudukan "kelas dua" dibandingkan
dengan posisi IPA, demikian penegasan Prof. Dr. Nursid Sumaatmadja, dalam
momentum seminar yang sama.
Sementara itu, pakar PIPS lainnya
(seperti Prof. Nu`man Somantri, M.Sc.Ed, Prof. Dr. Azis Wahab, M.A., dan Prof.
Dr. Suwarma Al Muchtar, S.H. M.Pd.) mengungkapkan, bahwa proses pembelajaran
IPS di tingkat persekolahan mengandung beberapa kelemahan seperti:
1.
Kurang
memperhatikan perubahan-perubahan dalam tujuan, fungsi , dan peran PIPS di
sekolah Tujuan pembelajaran kurang jelas dan tidak tegas (not purposeful).
2. Posisi, peran, dan hubungan
fungsional dengan bidang studi lainnya terabaikan Informasi faktual lebih
bertumpu pada buku paket yang out of date dan kurang mendayagunakan
sumbr-sumber lainnya.
3. Lemahnya transfer informasi konsep
ilmu-ilmu sosial Out put PIPS tidak memberi tambahan daya dan tidak pula
mengandung kekuatan (not empowering and not powerful).
4. Guru tidak dapat meyakinkan siswa
untuk belajar PIPS lebih bergairan dan bersungguh-sungguh Siswa tidak
dibelajarkan untuk membangun konseptualisasi yang mandiri.
5. Guru lebih mendominasi siswa
(teacher centered) Kadar pembelajaran yang rendah, kebutuhan belajar siswa
tidak terlayani.
6.
Belum
membiasakan pengalaman nilai-nilai kehidupan demokrasi sosial kemasyarakatan
dengan melibatkan siswa dan seluruh komunitas sekolah dalam berbagai aktivitas
kelas dan sekolah Dalam pertemuan kelas tidak menggagendakan setting lokal,
nasional, dan global, khususnya berkaitan dengan struktur sistem sosial dan
perilaku kemasyarakatan.
PIPS yang diajarkan di sekolah-sekolah
di Indonesia pada prinsipnya identik dengan studi sosial (social studies) yang
diajarkan di sekolah-sekolah di luar negeri, terutama di Amerika Serikat,
tetapi isinya (content) disesuaikan dengan kondisi Indonesia (Sanusi, 1998;
Somantri, 2001). Berkenaan dengan PIPS yang
diajarkan di level pendidikan dasar, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
(1994) menerangkan bahwa PIPS adalah mata pelajaran yang mempelajari
kehidupan sosial yang didasarkan pada bahan kajian pokok geografi, ekonomi,
sosiologi, antropologi, tata negara, dan sejarah.
Perbedaan antara ilmu-ilmu sosial
dan PIPS, menurut Frasser and West (1993), terletak pada "systematically
structured bodies of scholarly content and psychologically structures selection
of instructional content".
Kedudukan konsep ilmu, teknologi dan
kemasyarakatan semakin penting dalam era masyarakat modern yang banyak
menimbulkan masalah-masalah kompleks. Kenyataan ini akan semakin dirasakan
apabila dalam penjelasanya memberi informasi lebih jauh bahwa pemecahan masalah-masalah
tersebut menghendaki adanya kedudukan dari berbagai disiplin ilmu.
IPS
sebagai mata pelajaran di lembaga pendidikan mempunyai peran yang sangat
strategis. Hal ini terbukti dengan banyak ide atau pemikiran dari para ahli
seperti Robert E. Yager yang memasukkan ilmu, teknologi dan
masyarakat (ITM) baik sebagai bidang penerapan dan hubungan, kreativitas dan
sikap, maupun konsep dan proses.
Remy (1990) mengemukakan konsep ITM
memberikan konstribusi secara langsung terhadap misi pokok IPS, khususnya dalam
mempersiapkan warga negara yang:
1.
Memahami ilmu pengetahuan di
masyarakat.
2.
Pengambilan keputusan warga negara.
3.
Membuat hubungan antar pengetahuan.
4.
Mengingatkan generasi pada sejarah bangsa-bangsa beradab.
Melalui
suatu studi "Project Synthesis", Noris Harms mengembangkan tujuan IPS
untuk pendidikan sebagai berikut:
1. IPS untuk memenuhi kebutuhan pribadi individu.
2. IPS untuk memecahkan
persoalan-persoalan kemasyarakatan masa kini.
3. IPS Untuk membantu dalam memilih
karir.
4. IPS untuk mempersiapkan studi
lanjutan.
DAFTAR PUSTAKA
Ivana.2010. Ilmu Pengetahuan Sosial. [online]. Tersedia: justanotherwordpress. com. [29 Juni
2012].
Sapriya. 2008. Pendidikan IPS. Bandung: Laboratorium
PKN Press.
disusun oleh :
Panreppi,
Syarifah,
Darin,
Eka,
Adika,
Sandi,
Listia,
Harina, Anna.
Thanks ya sob udah berbagi ilmu .....................
ReplyDeletebisnistiket.co.id
ilmu kan milik bersama sob
Deletekak mau tanya dong pada tahun 1968 nama pelajarannya (Sda) kepanjangannya apa yaa? sebelumnya terimakasih :)
ReplyDeleteTerimakasih kak atas ilmunya sangat membantu kami dalam pembuatan makalah Jazakumullah
ReplyDelete