21/11/2012

PENDIDIKAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS

A.    Tunanetra

Tunanetra adalah istilah umum yang digunakan untuk kondisi seseorang yang mengalami gangguan atau hambatan dalam indra penglihatannya. Mereka memiliki keterbatasan untuk melakukan berbagai aktivitas yang membutuhkan bantuan penglihatan seperti menonton televisi, membaca huruf atau tanda visual, serta hal lainnya yang berkenaan dengan penglihatan.
Akibat dari ketunanetraan anak-anak tersebut mengalami hambatan-hambatan sebagai berikut:
a.       Kognitif pengenalan atau pengertian terhadap dunia luar anak tidak dapat diperoleh secara lengkap dan utuh. Sehingga perkembangan kognitif anak tunanetra cenderung terhambat dibandingkan anak-anak normal pada umumnya. Hal ini disebabkan perkembangan kognitif tidak saja erat kaitannya dengan kecerdasan atau kemampuan inteligensinya, tetapi juga dengan kemampuan indera penglihatannya.
b.      Motorik, pada anak tunanetra mungkin fungsi sistem neuromuskularnya tidak bermasalah tetapi fungsi psikisnya kurang mendukung sehingga menjadi hambatan tersendiri dalam perkembangan motoriknya. Secara fisik, anak-anak tunanetra mempunyai ciri tersendiri, diantaranya yaitu: berjalan dengan posisi tegak, kaku, lamban, dan penuh kehati-hatian di mana tangan mereka selalu berada di depan dan sedikit tersendat pada saat berjalan.
c.       Intelegensi, anak-anak tunanetra hampir sama dengan anak normal pada umumnya, di mana ada anak yang cerdas, ada yang rata-rata dan ada yang rendah. Menurut Kirley (1975), berdasarkan tes intelegensi dengan menggunakan Hayes-Binet Scale ditemukan bahwa rentang IQ anak tunanetra berkisar antara 45 - 160, dengan distribusi 12,5% memiliki IQ kurang dari 80, kemudian 37,5% dengan IQ diatas 120 dan 50% dengan IQ antara 80-120.
d.      Perkembangan emosi, anak tunanetra akan sedikit mengalami hambatan dibandingkan dengan anak yang normal. Keterlambatan ini terutama disebabkan oleh keterbatasan kemampuan anak tunanetra dalam proses belajar. Pada awal masa kanak-kanak, anak tunanetra mungkin akan melakukan proses belajar untuk mencoba menyatakan emosinya, namun hal ini tetap dirasakan tidak efisien karena dia tidak dapat melakukan pengamatan terhadap reaksi lingkungannya secara tepat. Akibatnya pola emosi yang ditampilkan mungkin berbeda atau tidak sesuai dengan apa yang diharapkan oleh diri sendiri maupun lingkungannya.
e.       Perkembangan sosial, anak tunanetra memiliki lebih banyak hambatan. Hal tersebut terutama muncul sebagai akibat langsung maupun tidak langsung dari ketunanetraannya. Kurangnya motivasi, ketakutan menghadapi lingkungan sosial yang lebih luas atau baru, perasaan-perasaan rendah diri, malu, sikap-sikap masyarakat yang seringkali tidak menguntungkan seperti penolakan, penghinaan, sikap tak acuh, ketidakjelasan tuntutan sosial, serta terbatasnya kesempatan bagi anak untuk belajar tentang pola-pola tingkah laku yang diterima merupakan kecenderungan tunanetra yang dapat mengakibatkan perkembangan sosialnya menjadi terhambat. Jadi, perkembangan sosial dari anak tunanetra sangat tergantung pada bagaimana perlakuan dan penerimaan lingkungan terutama lingkungan keluarga terhadap anak tunanetra itu sendiri.
Tunanetra memiliki keterbatas-keterbatasan yang mempengaruhi pelaksanaan kegiatan belajarnya sehingga menghambat perkembangan pembelajaran anak tunanetra. Keterbatasan-keterbatasan tersebut ialah sebagai berikut :
a.       Keterbatasan dalam konsep dan pengalaman baru
b.      Keterbatasan dalam berinteraksi dengan lingkungan
c.       Keterbatasan dalam mobilitas
Selain itu anak tunanetra juga mengalami hambatan-hambatan dalam belajar, hambatan tersebut ialah sebagai berikut:
1.      Motorik
Perkembanagan motorik anak tunanetra cenderung normal dibandingkan dengan anak normal pada umumnya. Kelambatan ini terjadi karena dalam perkembangan perilaku motorik diperlukan adanya koordinasi fungsional antara neoromuscular system ( sistem persyarafan dan otot ) dan fungsi psikis (afektif, kognitif, konatif) serta kesempatan yang diberikan oleh lingkungan. Mungkin pada anak tunanetra fungsi system syaraf dan otot tidak terganggu namun fungsi psikisnya kurang mendukung sehingga menjadi hambatan tersendiri dalam perkembangan motoriknya yang berpengaruh pada proses belajarnya.
2.      Persepsi
Anak tunanetra cenderung belum bisa memahami cara orang memandang objek yang sama, serta bersifat searah, anak tunanetra cenderung mengalami hambatan atau cara berfikir seperti itu. Ketidakmampuannya dalam menggunakan indera penglihatan sebagai saluran informasi cenderung mengalami kesulitan dalam belajar memahami dan mengklasifikasikan atas dasar-dasar atau ciri-ciri yang menonjol berdasarkan hasil dari proses pendengaran, perabaan, penciuman, atau pengecapan walaupun semua itu tergantung pada ada atau tidaknya suara, terjangkau atau tidaknya oleh tangan, ada tidaknya bau serta rasa. Hal ini menyulitkan anak tunanetra memahami konsep-konsep abstrak.
3.      Atensi
Perhatian anak tunanetra cenderung tidak fokus karena keterbatasan dalam penerimaan informasi dari aspek visual. Namun anak tunanetra biasanya memfokuskan perhatianya melalui pendengaran, perabaan, penciuman dan lain sebagainya. Hal ini menyebabkan anak tunanetra sulit berkonsentrasi ketika belajar di kelas karena anak tunanetra harus berusaha memahami penjelasan guru tanpa dapat melihat objek yang tengan dijelaskan atau ilustrasi yang yang diberikan.
4.      Memori
Memori atau ingatan yang dimiliki oleh anak tunanetra pada umumnya sama dengan anak normal namun anak tunanetra dapat mengingat apa yang dia dengar dan dia rasakan. Misalnya mengingat nama teman, pelajaran yeng diperoleh melalui pendengaran.
5.      Orientasi
Orientasi anak tunanetra cenderung terhambat karena kurangnya penguasaan ruang yang disebabkan oleh tidak berfungsinya indera penglihatan dan kurangnya latihan.
6.      Bahasa
Perkembangan bahasa anak tunanetra juga tertinggal dibanding anak normal misalnya kata-kata verbalistis yang diperoleh dari orang lain seringkali tidak ia mengerti. Komunikasi nonverbal pada tunanetra juga merupakan hal yang kurang dipahaminya karena kemampuan ini sangat tergantung pada stimuli visual dari lingkungannya.
7.      Pembentukan Konsep
Kecenderungan anak tunanetra menggantikan indera penglihatannya dengan indera pendengarannya sebagai saluran utama penerima informasi dari luar mengakibatkan pembentukan pengertian atau konsep hanya berdasarkan atas suara atau bahasa lisan. Oleh karena itu anak tunanetra sering kali dikatakan tahu tapi tidak tahu karena tahunya hanya sebatas penglihatan verbal.
8.      Perilaku
Anak tunanetra cenderung tidak aktif dalam bertingkah laku disebabkan karena penolakan dari masyarakat dan rasa minder.

B.     Tunarungu

Tunarungu adalah orang yang mengalami gangguan pada organ pendengarannya sehingga mengakibatkan kehilangan fungsi pendengaran dari tingkat yang ringan sampai pada tingkat sangat berat.
Anak tungarungu memiliki keterbatasan-keterbatasan sebagai berikut:
1.      Segi Fisik
Cara berjalannya kaku dan agak membungkuk. Akibat terjadinya permasalahan pada organ keseimbangan pada telinga, menyebabkan anak-anak tunarungu mengalami kekurangseimbangan dalam aktivitas fisiknya.
Pernapasannya pendek, dan tidak teratur. Anak-anak tunarungu tidak pernah mendengarkan suara-suara dalam kehidupan sehari-hari, bagaimana bersuara atau mengucapkan kata-kata dengan intonasi yang baik, sehingga mereka juga tidak terbiasa mengatur pernapasannya dengan baik, khususnya dalam berbicara.
Cara melihatnya agak beringas. Penglihatan merupakan salah satu indra yang paling dominan bagi anak-anak penyandang tunarungu, dimana sebagian besar pengalamanannya diperoleh melalui penglihatan. Oleh karena itu anak-anak tunarungu juga dikenal sebagai anak visual, sehingga cara melihat pun selalu menunjukkan keingintahuan yang besar dan terlihat beringas.
2.      Segi Bahasa
a.       Miskin akan kosa kata
b.      Sulit mengartikan kata-kata yang mengandung ungkapan, atau idiomatic
c.       Tatabahasanya kurang teratur
3.      Intelektual
Kemampuan intelektualnya normal. Pada dasarnya anak-anak tunarungu tidak mengalami permasalahan dalam segi intelektual. Namun akibat keterbatasan dalam berkomunikasi dan berbahasa, perkembangan intelektual menjadi lamban
Perkembangan akademiknya lamban akibat keterbatasan bahasa. Seiring terjadinya kelambanan dalam perkembangan intelektualnya akibat adanya hambatan dalam berkomunikasi, maka dalam segi akademiknya juga mengalami keterlambatan.
4.      Sosial-emosional
Sering merasa curiga. Sikap seperti ini terjadi akibat adanya kelainan fungsi pendengarannya. Mereka tidak dapat memahami apa yang dibicarakan orang lain, sehingga anak-anak tunarungu menjadi mudah merasa curiga.  Selain itu anak tunarungu juga sering bersikap agresif.
Perilaku yang muncul terhadap peserta didik dengan kelainan tunarungu wicara disekolah secara dominan berkaitan dengan hambatan dalam perkembangan bahasa dan komunikasi (Gregory, S.Et al, 1998:47-57), ciri-ciri umum antara lain sebagai berikut:
a.      Kurang memperhatikan saat guru memberikan pelajaran di kelas.
b.      Mempunyai kesulitan untuk mengikuti petunjuk secara lisan.
c.      Keengganan untuk berpartisipasi secara oral, mereka mendapatkan kesulitan untuk berpartisipasi secara oral dan dimungkinkan karena hambatan pendengarannya.
d.     Mempunyai kemampuan akademik yang rendah, khususnya dalam membaca.

C.     Inklusi

Pendidikan inklusi merupakan sebuah pendekatan yang berusaha mentransformasi sistem pendidikan dengan meniadakan hambatan-hambatan yang dapat menghalangi setiap siswa untuk berpartisipasi penuh dalam pendidikan. Hambatan yang ada bisa terkait dengan masalah etnik, gender, status sosial, kemiskinan dan lain-lain. Dengan kata lain pendidikan inklusi adalah pelayanan pendidikan anak berkebutuhan khusus yang dididik bersama-sama anak lainnya (normal) untuk mengoptimalkan potensi yang dimilikinya.
Sekolah inklusi merupakan sekolah yang ideal baik bagi anak dengan dan tanpa berkebutuhan khusus. Lingkungan yang tercipta sangat mendukung terhadap anak dengan berkebutuhan khusus, mereka dapat belajar dari interaksi spontan teman-teman sebayanya terutama dari aspek sosial dan emosional. Sedangkan bagi anak yang tidak berkebutuhan khusus memberi peluang kepada mereka untuk belajar berempati, bersikap membantu dan memiliki kepedulian.


Referensi:
______. 2009. Tunanetra. [Online]. (12 November 2012, 20.15 WIB).
______. 2011. Tunanetra. [Online]. (12 November 2012, 20.30 WIB).
______. 2011. Tunarungu. [Online]. (12 November 2012, 20.35 WIB).
______. 2012. Inclusive Education. [Online]. (13 November 2012, 09.50 WIB).
Dika. 2010. Pendidikan Inklusi. [Online]. (13 November 2012, 10.50 WIB).
Ifdlali. 2010. Pendidikan Inlkusi (Pendidikanterhadap Anak Berkebutuhan Khusus). [Online]. (13 November 2012, 10.40 WIB).
Saputra, Roy. 2012. Hambatan-hambatan yang DialamiTunanetra. [Online]. (13 November 2012, 09.45 WIB).
Suparno, dkk. ____. Karakteristik AnakBerkebutuhan Khusus. [Online]. (13 November 2012, 09.30 WIB)


No comments:

Post a Comment