A. Tunanetra
Tunanetra adalah
istilah umum yang digunakan untuk kondisi seseorang yang mengalami gangguan
atau hambatan dalam indra penglihatannya. Mereka memiliki keterbatasan untuk melakukan berbagai
aktivitas yang membutuhkan bantuan penglihatan seperti menonton televisi,
membaca huruf atau tanda visual, serta hal lainnya yang berkenaan dengan
penglihatan.
Akibat dari ketunanetraan anak-anak tersebut mengalami hambatan-hambatan sebagai berikut:
Akibat dari ketunanetraan anak-anak tersebut mengalami hambatan-hambatan sebagai berikut:
a.
Kognitif pengenalan atau pengertian terhadap dunia luar anak
tidak dapat diperoleh secara lengkap dan utuh. Sehingga perkembangan kognitif
anak tunanetra cenderung terhambat dibandingkan anak-anak normal pada umumnya.
Hal ini disebabkan perkembangan kognitif tidak saja erat kaitannya dengan kecerdasan
atau kemampuan inteligensinya, tetapi juga dengan kemampuan indera
penglihatannya.
b. Motorik, pada anak tunanetra
mungkin fungsi sistem neuromuskularnya tidak bermasalah tetapi fungsi psikisnya
kurang mendukung sehingga menjadi hambatan tersendiri dalam perkembangan
motoriknya. Secara fisik, anak-anak tunanetra mempunyai ciri tersendiri,
diantaranya yaitu: berjalan dengan posisi tegak, kaku, lamban, dan penuh
kehati-hatian di mana tangan mereka selalu berada di depan dan sedikit
tersendat pada saat berjalan.
c. Intelegensi, anak-anak
tunanetra hampir sama dengan anak normal pada umumnya, di mana ada anak yang
cerdas, ada yang rata-rata dan ada yang rendah. Menurut Kirley (1975),
berdasarkan tes intelegensi dengan menggunakan Hayes-Binet Scale ditemukan bahwa
rentang IQ anak tunanetra berkisar antara 45 - 160, dengan distribusi 12,5%
memiliki IQ kurang dari 80, kemudian 37,5% dengan IQ diatas 120 dan 50% dengan
IQ antara 80-120.
d. Perkembangan emosi, anak
tunanetra akan sedikit mengalami hambatan dibandingkan dengan anak yang normal.
Keterlambatan ini terutama disebabkan oleh keterbatasan kemampuan anak
tunanetra dalam proses belajar. Pada awal masa kanak-kanak, anak tunanetra
mungkin akan melakukan proses belajar untuk mencoba menyatakan emosinya, namun
hal ini tetap dirasakan tidak efisien karena dia tidak dapat melakukan
pengamatan terhadap reaksi lingkungannya secara tepat. Akibatnya pola emosi
yang ditampilkan mungkin berbeda atau tidak sesuai dengan apa yang diharapkan
oleh diri sendiri maupun lingkungannya.
e.
Perkembangan sosial, anak tunanetra memiliki lebih banyak
hambatan. Hal tersebut terutama muncul sebagai akibat langsung maupun tidak
langsung dari ketunanetraannya. Kurangnya motivasi, ketakutan menghadapi
lingkungan sosial yang lebih luas atau baru, perasaan-perasaan rendah diri,
malu, sikap-sikap masyarakat yang seringkali tidak menguntungkan seperti
penolakan, penghinaan, sikap tak acuh, ketidakjelasan tuntutan sosial, serta
terbatasnya kesempatan bagi anak untuk belajar tentang pola-pola tingkah laku
yang diterima merupakan kecenderungan tunanetra yang dapat mengakibatkan
perkembangan sosialnya menjadi terhambat. Jadi, perkembangan sosial dari anak
tunanetra sangat tergantung pada bagaimana perlakuan dan penerimaan lingkungan
terutama lingkungan keluarga terhadap anak tunanetra itu sendiri.
Tunanetra memiliki
keterbatas-keterbatasan yang mempengaruhi pelaksanaan kegiatan belajarnya
sehingga menghambat perkembangan pembelajaran anak tunanetra.
Keterbatasan-keterbatasan tersebut ialah sebagai berikut :
a.
Keterbatasan dalam konsep dan pengalaman baru
b.
Keterbatasan dalam berinteraksi dengan lingkungan
c.
Keterbatasan dalam mobilitas
Selain
itu anak tunanetra juga mengalami hambatan-hambatan dalam belajar, hambatan
tersebut ialah sebagai berikut:
1.
Motorik
Perkembanagan
motorik anak tunanetra cenderung normal dibandingkan dengan anak normal pada
umumnya. Kelambatan ini terjadi karena dalam perkembangan perilaku motorik
diperlukan adanya koordinasi fungsional antara neoromuscular system ( sistem
persyarafan dan otot ) dan fungsi psikis (afektif, kognitif, konatif) serta
kesempatan yang diberikan oleh lingkungan. Mungkin pada anak tunanetra fungsi
system syaraf dan otot tidak terganggu namun fungsi psikisnya kurang mendukung
sehingga menjadi hambatan tersendiri dalam perkembangan motoriknya yang
berpengaruh pada proses belajarnya.
2.
Persepsi
Anak
tunanetra cenderung belum bisa memahami cara orang memandang objek yang sama,
serta bersifat searah, anak tunanetra cenderung mengalami hambatan atau cara
berfikir seperti itu. Ketidakmampuannya dalam menggunakan indera penglihatan
sebagai saluran informasi cenderung mengalami kesulitan dalam belajar memahami
dan mengklasifikasikan atas dasar-dasar atau ciri-ciri yang menonjol
berdasarkan hasil dari proses pendengaran, perabaan, penciuman, atau pengecapan
walaupun semua itu tergantung pada ada atau tidaknya suara, terjangkau atau
tidaknya oleh tangan, ada tidaknya bau serta rasa. Hal ini menyulitkan anak
tunanetra memahami konsep-konsep abstrak.
3.
Atensi
Perhatian
anak tunanetra cenderung tidak fokus karena keterbatasan dalam penerimaan
informasi dari aspek visual. Namun anak tunanetra biasanya memfokuskan
perhatianya melalui pendengaran, perabaan, penciuman dan lain sebagainya. Hal
ini menyebabkan anak tunanetra sulit berkonsentrasi ketika belajar di kelas
karena anak tunanetra harus berusaha memahami penjelasan guru tanpa dapat
melihat objek yang tengan dijelaskan atau ilustrasi yang yang diberikan.
4.
Memori
Memori
atau ingatan yang dimiliki oleh anak tunanetra pada umumnya sama dengan anak
normal namun anak tunanetra dapat mengingat apa yang dia dengar dan dia
rasakan. Misalnya mengingat nama teman, pelajaran yeng diperoleh melalui
pendengaran.
5.
Orientasi
Orientasi
anak tunanetra cenderung terhambat karena kurangnya penguasaan ruang yang
disebabkan oleh tidak berfungsinya indera penglihatan dan kurangnya latihan.
6.
Bahasa
Perkembangan
bahasa anak tunanetra juga tertinggal dibanding anak normal misalnya kata-kata
verbalistis yang diperoleh dari orang lain seringkali tidak ia mengerti. Komunikasi
nonverbal pada tunanetra juga merupakan hal yang kurang dipahaminya karena
kemampuan ini sangat tergantung pada stimuli visual dari lingkungannya.
7.
Pembentukan Konsep
Kecenderungan
anak tunanetra menggantikan indera penglihatannya dengan indera pendengarannya
sebagai saluran utama penerima informasi dari luar mengakibatkan pembentukan
pengertian atau konsep hanya berdasarkan atas suara atau bahasa lisan. Oleh
karena itu anak tunanetra sering kali dikatakan tahu tapi tidak tahu karena
tahunya hanya sebatas penglihatan verbal.
8.
Perilaku
Anak
tunanetra cenderung tidak aktif dalam bertingkah laku disebabkan karena
penolakan dari masyarakat dan rasa minder.
B. Tunarungu
Tunarungu adalah
orang yang mengalami gangguan pada organ pendengarannya sehingga mengakibatkan
kehilangan fungsi pendengaran dari tingkat yang ringan sampai pada tingkat
sangat berat.
Anak tungarungu memiliki
keterbatasan-keterbatasan sebagai berikut:
1. Segi
Fisik
Cara berjalannya
kaku dan agak membungkuk. Akibat terjadinya permasalahan pada organ
keseimbangan pada telinga, menyebabkan anak-anak tunarungu mengalami
kekurangseimbangan dalam aktivitas fisiknya.
Pernapasannya
pendek, dan tidak teratur. Anak-anak tunarungu tidak pernah mendengarkan
suara-suara dalam kehidupan sehari-hari, bagaimana bersuara atau mengucapkan
kata-kata dengan intonasi yang baik, sehingga mereka juga tidak terbiasa
mengatur pernapasannya dengan baik, khususnya dalam berbicara.
Cara melihatnya
agak beringas. Penglihatan merupakan salah satu indra yang paling dominan bagi
anak-anak penyandang tunarungu, dimana sebagian besar pengalamanannya diperoleh melalui penglihatan.
Oleh karena itu anak-anak tunarungu juga dikenal sebagai anak visual, sehingga
cara melihat pun selalu menunjukkan keingintahuan yang besar dan terlihat
beringas.
2.
Segi Bahasa
a.
Miskin
akan kosa kata
b. Sulit mengartikan kata-kata yang
mengandung ungkapan, atau idiomatic
c.
Tatabahasanya
kurang teratur
3.
Intelektual
Kemampuan intelektualnya normal. Pada
dasarnya anak-anak tunarungu tidak mengalami permasalahan dalam segi
intelektual. Namun akibat keterbatasan dalam berkomunikasi dan berbahasa,
perkembangan intelektual menjadi lamban
Perkembangan akademiknya lamban
akibat keterbatasan bahasa. Seiring terjadinya kelambanan dalam perkembangan
intelektualnya akibat adanya hambatan dalam berkomunikasi, maka dalam segi
akademiknya juga mengalami keterlambatan.
4.
Sosial-emosional
Sering merasa curiga. Sikap seperti
ini terjadi akibat adanya kelainan fungsi pendengarannya. Mereka tidak dapat
memahami apa yang dibicarakan orang lain, sehingga anak-anak tunarungu menjadi
mudah merasa curiga. Selain itu anak
tunarungu juga sering bersikap agresif.
Perilaku yang
muncul terhadap peserta didik dengan kelainan tunarungu wicara disekolah secara
dominan berkaitan dengan hambatan dalam perkembangan bahasa dan komunikasi
(Gregory, S.Et al, 1998:47-57), ciri-ciri umum antara lain sebagai berikut:
a. Kurang
memperhatikan saat guru memberikan pelajaran di kelas.
b. Mempunyai
kesulitan untuk mengikuti petunjuk secara lisan.
c. Keengganan
untuk berpartisipasi secara oral, mereka mendapatkan kesulitan untuk
berpartisipasi secara oral dan dimungkinkan karena hambatan pendengarannya.
d. Mempunyai
kemampuan akademik yang rendah, khususnya dalam membaca.
C. Inklusi
Pendidikan
inklusi merupakan sebuah pendekatan yang berusaha mentransformasi sistem
pendidikan dengan meniadakan hambatan-hambatan yang dapat menghalangi setiap
siswa untuk berpartisipasi penuh dalam pendidikan. Hambatan yang ada bisa
terkait dengan masalah etnik, gender, status sosial, kemiskinan dan lain-lain.
Dengan kata lain pendidikan inklusi adalah pelayanan pendidikan anak
berkebutuhan khusus yang dididik bersama-sama anak lainnya (normal) untuk
mengoptimalkan potensi yang dimilikinya.
Sekolah inklusi
merupakan sekolah yang ideal baik bagi anak dengan dan tanpa berkebutuhan
khusus. Lingkungan yang tercipta sangat mendukung terhadap anak dengan
berkebutuhan khusus, mereka dapat belajar dari interaksi spontan teman-teman sebayanya
terutama dari aspek sosial dan emosional. Sedangkan bagi anak yang tidak
berkebutuhan khusus memberi peluang kepada mereka untuk belajar berempati,
bersikap membantu dan memiliki kepedulian.
Referensi:
______.
2009. Tunanetra. [Online]. (12 November 2012,
20.15 WIB).
______.
2011. Tunanetra. [Online]. (12 November 2012, 20.30 WIB).
______.
2011. Tunarungu. [Online]. (12
November 2012, 20.35 WIB).
______.
2012. Inclusive Education. [Online]. (13 November 2012, 09.50 WIB).
Dika. 2010.
Pendidikan Inklusi. [Online]. (13
November 2012, 10.50 WIB).
Ifdlali.
2010. Pendidikan Inlkusi (Pendidikanterhadap Anak Berkebutuhan Khusus). [Online]. (13 November 2012, 10.40 WIB).
Saputra,
Roy. 2012. Hambatan-hambatan yang DialamiTunanetra. [Online]. (13 November 2012, 09.45 WIB).
Suparno,
dkk. ____. Karakteristik AnakBerkebutuhan Khusus. [Online]. (13 November 2012, 09.30 WIB)
No comments:
Post a Comment