12/01/2011

BUDAYA MENCONTEK MENJANGKITI SISWA SEKOLAH DASAR


Mencontek dalam kebanyakan sumber diartikan sebagai kegiatan meniru. Mencontek dapat didefinisikan ke dalam berbagai macam definisi yang sangat luas mencakup segala aspek kehidupan, bahkan untuk hidup pun manusia harus mencontek tingkah laku orang terdahulu. Mencontek dapat menjadi suatu kegiatan yang baik dan dapat pula menjadi kegiatan yang tidak baik tergantung penempatan kegiatan menconteknya. Jika mencontek kegiatan positif seperti mencontek untuk hidup bersih, itu sangat baik. Namun jika mencontek untuk melakukan kecurangan dalam ujian untuk mendapatkan nilai yang besar tanpa usaha yang sepadan, itu amat tidak baik.
Namun di sini akan lebih ditekankan pada budaya mencontek yang dilakukan siswa sekolah dasar sebagai awal pendidikan formal di mana penanaman nilai-nilai moral sangat penting.  Mencontek merupakan kegiatan yang sangat merugikan baik untuk pihak yang mencontek atau pun untuk pihak yang memberi contekan apalagi kebanyakan pemberi contekan memberikan contekan dengan terpaksa karena ada tekanan-tekanan dari teman-temannya.
Faktor penentu tingkah laku mencontek dapat dikelompokan menjadi faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal berupa keyakinan dan harapan. Maksudnya adalah peserta didik melakukan perilaku mencontek karena adannya pandangan yang salah mengenai prestasi belajar dan ketidak percayaan diri. Kesalahan persepsi prestasi itu berupa keinginan untuk mendapatkan nilai yang besar dalam ujian atau tugas akademik namun tidak mau melewati proses belajar sehingga menyebabkan siswa tidak percaya pada dirinya sendiri. Sedangkan faktor eksternal yaitu berupa hadiah sehingga anak terobsesi untuk mendapatkan hadiah, dan hukuman menyebabkan siswa merasa tertekan sehingga berusaha keras menghindari hukuman dengan menghalalkan segala cara termasuk mencontek. Mubarok (2009). Selain itu, faktor lain yang tidak kalah fatal adalah adanya kekeliruan pada cara menyajikan pelajaran yang tidak terfokus pada pengembangan penalaran, namun hanya sebatas pada hafalan. Seharusnya anak-anak sekolah diajarkan bagaimana mengembangkan penalaran dan daya jelajah berfikir, bukan menghafal. Sehingga saat ujian boleh saja open book, bahkan boleh browsing di internet, namun semua itu tidak untuk mendapatkan jawaban, hanya untuk mendapatkan inspirasi untuk mengembangkan penalaranya terhadap suatu persoalan yang diajukan oleh soal.(http://www.indorating.com).
Banyak terjadi kasus di mana seorang anak atau siswa sekolah dasar merasa tertekan dengan tuntutan orang tuanya yang menginginkan seorang anak yang berprestasi. Siswa tersebut pada akhirnya mencontek saat ujian ketika dia sudah merasa tidak percaya diri dan ketakutan akan terkena hukuman bila tidak mendapat nilai yang besar sehingga tanpa disadari siswa tersebut menghilangkan nilai moral yang amat penting berupa kejujuran. Bahkan yang lebih naas, seorang siswa Sekolah Dasar melakukan bunuh diri dengan cara menggantung diri dengan sehelai kain di kamarnya setelah menerima raport dari sekolah seperti yang di beritakan oleh Kompas.com.
Kegiatan mencontek yang terjadi pada siswa sekolah dasar dapat berupa menyalin jawaban teman saat ujian atau ketika mengerjakan tugas akademik. Meskipun kegiatan mencontek ini terjadi sangat sederhana namun ini menjadi awal kebiasaan yang tidak baik. Seorang siswa sekolah dasar yang mengenal contek mencontek umumnya akan melakukan terus hingga ke jenjang pendidikan tinggi dan bahkan dibawa dalam kehidupan sehari-hari, misalnya siswa sekolah dasar yang kebiasaan mencontek di sekolah akan sering meniru kepada teman ketika hendak melakukan sesuatu karena rasa percaya diri yang kurang disebabkan oleh kebiasaan bergantung pada kemampuan orang lain. Selain itu mencontek juga cenderung menyebabkan pelakunya menjadi sering berbohong untuk menutupi tindakan menconteknya.
Budaya mencontek harus segera ditangani untuk dapat memutus kebiasaan jelek yang terus turun temurun ini. Banyak cara yang sudah mulai diterapkan untuk mengurangi intensitas mencontek pada anak terutama mencontek dalam ujian. Diantaranya berupa Bimbingan dan Konseling pada siswa yang melakukan kecurangan-kecurangan seperti mencontek baik penerima contekan maupun yang pemberi contekan. Di mana Bimbingan dan Konseling merupakan proses bantuan atau pertolongan yang diberikan oleh pembimbing (konselor) kepada individu (konseli) melalui pertemuan tatap muka atau hubungan timbal balik antara keduanya, agar konseli memiliki kemampuan atau kecakapan melihat dan menemukan masalahnya serta mampu memecahkan mesalahnya sendiri. Tohirin (2008:26). Sehingga dapat diketahui penyebab yang lebih spesifik kenapa siswa mencontek dan dapat ditentukan tindakan apa yang tepat dilakukan terhadap siswa tersebut.
Secara umum solusi dari permasalahan budaya mencontek dapat ditangani dengan cara-cara berikut:
1.      Orang tua sebaiknya meluangkan waktu lebih banyak ketika anaknya menyampaikan suatu persoalan baik berupa tugas akademik maupun cerita-ceritanya sehingga orang tua dapat mengontrol kegiatan anak dan dapat memberi masukan atau nasehat apabila anak mulai kehilangan kepercayaan dirinya. Orang tua juga dianjurkan untuk menemani anaknya ketika belajar namun bukan mengawasi secara ketat.
2.      Guru memberikan perhatian khusus pada siswa agar siswa dapat menyampaikan keluhan atau permasalahannya sehingga siswa urung untuk melakukan kecurangan-kecurangan. Jika kendala waktu yang menyebabkan guru tidak mampu memberikan perhatian khusus kepada setiap siswanya, guru tersebut masih dapat meluangkan waktu paling tidak untuk mengontrol perkembangan kemampuan siswa tidak hanya kemampuan dalam memahami materi pelajaran tetapi lebih pada perkembangan dalam sikap dan sifat.
3.       Guru menciptakan suasana menyenangkan dalam setiap penyampaian maateri ajar. Pada proses pendidikan, guru menanamkan image yang positif sehingga siswa tidak mudah menyerah dan frustasi ketika belum mampu memecahkan suatu persoalan yang diberikan guru karena kegiatan belajar yang ringan dan membuat siswa betah di kelas tanpa rasa tertekan.
4.      Sekolah menciptakan ruang belajar yang kondusif. Ruang belajar yang kondusif dapat mencegah siswa melakukan kecurangan. Seperti penempatan bangku yang efektif supaya guru mampu mengawasi setiap siswanya, dan penyediaan fasilitas yang memadai untuk menunjang proses pendidikan.
5.      Pemberian pengertian esensi belajar yang benar kepada siswa. Jangan sampai siswa hanya mementingkan nilai saja tanpa memperhatikan pendidikan yang didapat karena esensi pendidikan sendiri merupakan upaya untuk memperbaiki perilaku siswa kepada yang lebih baik agar dapat diterima di masyarakat.



Referensi:

Iwan. 2009. Mencontek Itu Baik. [Online]. (9 Januari 2011. 20.00 WIB).
Mubarok, Pathah Pajar. 2009. Efektivitas Konseling Kognitif-Perilaku dalam Mengurangi Perilaku mencontek Siswa Kelas V SD. Skripsi pada jurusan PPB UPI. Bandung: tidak diterbitkan.
Rekso P, Nuralia. 2010. Siswi SD Gantung Diri. [Online]. (10 Januari 2011. 23.34 WIB).
Tohirin. 2008. Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan Madrasah. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

No comments:

Post a Comment