Mencontek
dalam kebanyakan sumber diartikan sebagai kegiatan meniru. Mencontek dapat
didefinisikan ke dalam berbagai macam definisi yang sangat luas mencakup segala
aspek kehidupan, bahkan untuk hidup pun manusia harus mencontek tingkah laku
orang terdahulu. Mencontek dapat menjadi suatu kegiatan yang baik dan dapat
pula menjadi kegiatan yang tidak baik tergantung penempatan kegiatan
menconteknya. Jika mencontek kegiatan positif seperti mencontek untuk hidup bersih,
itu sangat baik. Namun jika mencontek untuk melakukan kecurangan dalam ujian
untuk mendapatkan nilai yang besar tanpa usaha yang sepadan, itu amat tidak
baik.
Namun
di sini akan lebih ditekankan pada budaya mencontek yang dilakukan siswa
sekolah dasar sebagai awal pendidikan formal di mana penanaman nilai-nilai
moral sangat penting. Mencontek
merupakan kegiatan yang sangat merugikan baik untuk pihak yang mencontek atau
pun untuk pihak yang memberi contekan apalagi kebanyakan pemberi contekan
memberikan contekan dengan terpaksa karena ada tekanan-tekanan dari
teman-temannya.
Faktor
penentu tingkah laku mencontek dapat dikelompokan menjadi faktor internal dan
faktor eksternal. Faktor internal berupa keyakinan dan harapan. Maksudnya
adalah peserta didik melakukan perilaku mencontek karena adannya pandangan yang
salah mengenai prestasi belajar dan ketidak percayaan diri. Kesalahan persepsi
prestasi itu berupa keinginan untuk mendapatkan nilai yang besar dalam ujian
atau tugas akademik namun tidak mau melewati proses belajar sehingga
menyebabkan siswa tidak percaya pada dirinya sendiri. Sedangkan faktor
eksternal yaitu berupa hadiah sehingga anak terobsesi untuk mendapatkan hadiah,
dan hukuman menyebabkan siswa merasa tertekan sehingga berusaha keras
menghindari hukuman dengan menghalalkan segala cara termasuk mencontek. Mubarok
(2009). Selain itu, faktor lain yang tidak kalah fatal adalah adanya kekeliruan
pada cara menyajikan pelajaran yang tidak terfokus pada pengembangan penalaran,
namun hanya sebatas pada hafalan. Seharusnya anak-anak sekolah diajarkan
bagaimana mengembangkan penalaran dan daya jelajah berfikir, bukan menghafal.
Sehingga saat ujian boleh saja open book, bahkan boleh browsing di internet,
namun semua itu tidak untuk mendapatkan jawaban, hanya untuk mendapatkan
inspirasi untuk mengembangkan penalaranya terhadap suatu persoalan yang
diajukan oleh soal.(http://www.indorating.com).
Banyak terjadi kasus di mana seorang anak
atau siswa sekolah dasar merasa tertekan dengan tuntutan orang tuanya yang
menginginkan seorang anak yang berprestasi. Siswa tersebut pada akhirnya
mencontek saat ujian ketika dia sudah merasa tidak percaya diri dan ketakutan
akan terkena hukuman bila tidak mendapat nilai yang besar sehingga tanpa
disadari siswa tersebut menghilangkan nilai moral yang amat penting berupa
kejujuran. Bahkan yang lebih naas, seorang siswa Sekolah Dasar melakukan bunuh
diri dengan cara menggantung diri dengan sehelai kain di kamarnya setelah menerima
raport dari sekolah seperti yang di beritakan oleh Kompas.com.
Kegiatan
mencontek yang terjadi pada siswa sekolah dasar dapat berupa menyalin jawaban
teman saat ujian atau ketika mengerjakan tugas akademik. Meskipun kegiatan
mencontek ini terjadi sangat sederhana namun ini menjadi awal kebiasaan yang
tidak baik. Seorang siswa sekolah dasar yang mengenal contek mencontek umumnya
akan melakukan terus hingga ke jenjang pendidikan tinggi dan bahkan dibawa
dalam kehidupan sehari-hari, misalnya siswa sekolah dasar yang kebiasaan
mencontek di sekolah akan sering meniru kepada teman ketika hendak melakukan
sesuatu karena rasa percaya diri yang kurang disebabkan oleh kebiasaan
bergantung pada kemampuan orang lain. Selain itu mencontek juga cenderung
menyebabkan pelakunya menjadi sering berbohong untuk menutupi tindakan
menconteknya.
Budaya
mencontek harus segera ditangani untuk dapat memutus kebiasaan jelek yang terus
turun temurun ini. Banyak cara yang sudah mulai diterapkan untuk mengurangi
intensitas mencontek pada anak terutama mencontek dalam ujian. Diantaranya
berupa Bimbingan dan Konseling pada siswa yang melakukan kecurangan-kecurangan
seperti mencontek baik penerima contekan maupun yang pemberi contekan. Di mana
Bimbingan dan Konseling merupakan proses bantuan atau pertolongan yang
diberikan oleh pembimbing (konselor) kepada individu (konseli) melalui
pertemuan tatap muka atau hubungan timbal balik antara keduanya, agar konseli
memiliki kemampuan atau kecakapan melihat dan menemukan masalahnya serta mampu
memecahkan mesalahnya sendiri. Tohirin (2008:26). Sehingga dapat diketahui
penyebab yang lebih spesifik kenapa siswa mencontek dan dapat ditentukan
tindakan apa yang tepat dilakukan terhadap siswa tersebut.
Secara
umum solusi dari permasalahan budaya mencontek dapat ditangani dengan cara-cara
berikut:
1. Orang
tua sebaiknya meluangkan waktu lebih banyak ketika anaknya menyampaikan suatu
persoalan baik berupa tugas akademik maupun cerita-ceritanya sehingga orang tua
dapat mengontrol kegiatan anak dan dapat memberi masukan atau nasehat apabila
anak mulai kehilangan kepercayaan dirinya. Orang tua juga dianjurkan untuk
menemani anaknya ketika belajar namun bukan mengawasi secara ketat.
2. Guru
memberikan perhatian khusus pada siswa agar siswa dapat menyampaikan keluhan
atau permasalahannya sehingga siswa urung untuk melakukan kecurangan-kecurangan.
Jika kendala waktu yang menyebabkan guru tidak mampu memberikan perhatian
khusus kepada setiap siswanya, guru tersebut masih dapat meluangkan waktu
paling tidak untuk mengontrol perkembangan kemampuan siswa tidak hanya
kemampuan dalam memahami materi pelajaran tetapi lebih pada perkembangan dalam
sikap dan sifat.
3. Guru menciptakan suasana menyenangkan dalam
setiap penyampaian maateri ajar. Pada proses pendidikan, guru menanamkan image
yang positif sehingga siswa tidak mudah menyerah dan frustasi ketika belum
mampu memecahkan suatu persoalan yang diberikan guru karena kegiatan belajar
yang ringan dan membuat siswa betah di kelas tanpa rasa tertekan.
4. Sekolah
menciptakan ruang belajar yang kondusif. Ruang belajar yang kondusif dapat
mencegah siswa melakukan kecurangan. Seperti penempatan bangku yang efektif
supaya guru mampu mengawasi setiap siswanya, dan penyediaan fasilitas yang
memadai untuk menunjang proses pendidikan.
5. Pemberian
pengertian esensi belajar yang benar kepada siswa. Jangan sampai siswa hanya
mementingkan nilai saja tanpa memperhatikan pendidikan yang didapat karena
esensi pendidikan sendiri merupakan upaya untuk memperbaiki perilaku siswa
kepada yang lebih baik agar dapat diterima di masyarakat.
Referensi:
Iwan. 2009. Mencontek Itu Baik. [Online]. (9 Januari 2011. 20.00 WIB).
Mubarok, Pathah Pajar. 2009. Efektivitas Konseling Kognitif-Perilaku
dalam Mengurangi Perilaku mencontek Siswa Kelas V SD. Skripsi pada jurusan
PPB UPI. Bandung: tidak diterbitkan.
Rekso P, Nuralia. 2010. Siswi SD Gantung Diri. [Online]. (10 Januari 2011. 23.34 WIB).
Tohirin. 2008. Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan Madrasah. Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada.
No comments:
Post a Comment