1. Ilmu-ilmu
sosial, IPS, pendidikan IPS dan pendidikan kewarganegaraan merupakan subjek
yang saling terkait baik secara konseptual maupun perkembangannya.
a. Perbedaan
dan persamaan antara IPS, pendidikan IPS dan pendidikan kewarganegaraan.
Dalam dokumen
kurikulum 1975, Ilmu Pengetahuan Sosial yang biasa disingkat menjadi IPS merupakan
salah satu nama mata pelajaran yang diberikan pada jenjang pendidikan dasar dan
menengah, mata pelajaran integrasi dari mata pelajaran sejarah, geografi, dan
ekonomi serta mata pelajaran ilmu sosial lainnya agar pelajaran menjadi lebih
bermakna dan berarti bagi peserta didik karena telah disederhanakan dan
disesuaikan dengan karakteristik dan kebutuhan peserta didik.
Sedangkan, sebagai akibat dari adanya istilah IPS maka ada istilah Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial atau disingkat PIPS supaya bisa dibedakan dengan pendidikan pada tingkat universitas karena istilah PIPS sebagai pendidikan disiplin ilmu digunakan untuk dikaji dan dikembangkan secara ontologis, epistemologis, dan aksiologis di tingkat perguruan tinggi baik pada jenjang S1, S2 maupun S3. Sementara keterkaitan antara pendidikan kewarganegaraan dan PIPS, pada dasarnya ada dua pandangan utama. Pandangan pertama melihat pendidikan kewarganegaraan sebagai bagian dari PIPS, dan pandangan kedua melihat pendidikan kewarganegaraan sebagai esensi atau inti dari PIPS. Seperti dikemukakan oleh Mehlinger (1977:78; dalam hakikat PIPS:Tim dosen PIPS): “social studies has no monopoly over citizenship education, but a social studies without citizenship education as its core is like yards of thread without a spool-all tangle and confusion”. Dari pandangan ini dapat dilihat dengan jelas bahwa pendidikan kewarganegaraan dan PIPS tidak bisa dipisahkan satu sama lain seperti halnya ditegaskan Mehlinger (1977:79) bahwa PIPS tanpa pendidikan kewarganegaraan sebagai intinya, laksana benang tanpa gulungan, semuanya akan kacau dan semerawut. Jika pandangan ini diterapkan untuk di Indonesia, dengan tegas dapat dikemukakan bahwa pendidikan kewarganegaraan merupakan inti dari Pendidikan IPS. Pendidikan kewarganegaraan memasuki ketiga wilayah tradisi PIPS, melalui tradisi “citizenship transmission” jelas pendidikan kewarganegaraan menekankan pada pentransmisian kekayaan budaya bangsa kepada warga negara, dalam tradisi sosial sciences pendidikan kewarganegaraan diwadahi oleh ilmu politik, dan dalam reflective inquiry menekankan pada kemampuan untuk mengambil keputusan dalam rangka memecahkan masalah-masalah kewarganegaraan. Sehingga pendidikan kewarganegaraan dapat didudukkan sebagai mata pelajaran yang berdiri sendiri, yang memiliki pijakan utama konsep-konsep ilmu politik dengan salah satu dimensinya adalah “pendidikan politik”, dan kedua sebagai esensi atau “core” dari pembelajaran disiplin ilmu sosial lainnya dalam rangka “Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial”.
Sedangkan, sebagai akibat dari adanya istilah IPS maka ada istilah Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial atau disingkat PIPS supaya bisa dibedakan dengan pendidikan pada tingkat universitas karena istilah PIPS sebagai pendidikan disiplin ilmu digunakan untuk dikaji dan dikembangkan secara ontologis, epistemologis, dan aksiologis di tingkat perguruan tinggi baik pada jenjang S1, S2 maupun S3. Sementara keterkaitan antara pendidikan kewarganegaraan dan PIPS, pada dasarnya ada dua pandangan utama. Pandangan pertama melihat pendidikan kewarganegaraan sebagai bagian dari PIPS, dan pandangan kedua melihat pendidikan kewarganegaraan sebagai esensi atau inti dari PIPS. Seperti dikemukakan oleh Mehlinger (1977:78; dalam hakikat PIPS:Tim dosen PIPS): “social studies has no monopoly over citizenship education, but a social studies without citizenship education as its core is like yards of thread without a spool-all tangle and confusion”. Dari pandangan ini dapat dilihat dengan jelas bahwa pendidikan kewarganegaraan dan PIPS tidak bisa dipisahkan satu sama lain seperti halnya ditegaskan Mehlinger (1977:79) bahwa PIPS tanpa pendidikan kewarganegaraan sebagai intinya, laksana benang tanpa gulungan, semuanya akan kacau dan semerawut. Jika pandangan ini diterapkan untuk di Indonesia, dengan tegas dapat dikemukakan bahwa pendidikan kewarganegaraan merupakan inti dari Pendidikan IPS. Pendidikan kewarganegaraan memasuki ketiga wilayah tradisi PIPS, melalui tradisi “citizenship transmission” jelas pendidikan kewarganegaraan menekankan pada pentransmisian kekayaan budaya bangsa kepada warga negara, dalam tradisi sosial sciences pendidikan kewarganegaraan diwadahi oleh ilmu politik, dan dalam reflective inquiry menekankan pada kemampuan untuk mengambil keputusan dalam rangka memecahkan masalah-masalah kewarganegaraan. Sehingga pendidikan kewarganegaraan dapat didudukkan sebagai mata pelajaran yang berdiri sendiri, yang memiliki pijakan utama konsep-konsep ilmu politik dengan salah satu dimensinya adalah “pendidikan politik”, dan kedua sebagai esensi atau “core” dari pembelajaran disiplin ilmu sosial lainnya dalam rangka “Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial”.
b. Perbedaan
dan persamaan antara ilmu-ilmu sosial dengan pendidikan IPS.
Keterkaitan antara disiplin ilmu-ilmu sosial
dengan pendidikan IPS dari segi isi, PIPS memilih isi dari struktur disiplin ilmu
sosial yang diorganisasikan secara sistematis, dan pilihan isi itu dalam bentuk generalisasi teori yang diambil
dari struktur disiplin ilmu-ilmu sosial. Sedangkan segi metode,
metode berpikir dan penelitian
menggunakan pola ilmuwan sosial,
pendekatan inter-cross, dan trans struktur dalam menyusun isi PIPS digunakan dalam bentuk
generalisasi dan metode berpikir dan penelitian yang sudah dipolakan oleh
ilmuwan sosial. Frasser and West (1981:15-20; dalam hakikat PIPS: tim
dosen PIPS) mengemukakan bahwa perbedaanantara ilmu-ilmu sosial dan pendidikan
IPS bukanlah perbedaan prinsipil, melainkan hanya perbedaan gradual, ilmu-ilmu
sosial diorganisasikan secara sistematis dan dibangun melalui penyelidikan
ilmiah dan penelitian yang sudah direncanakan, sedangkan pendidikan IPS terdiri
atas bahan pilihan dari ilmu-ilmu sosial yang sudah disederhanakan dan
diorganisasikan secara psikologis dan ilmiah untuk kepentingan tujuan pendidikan
karena IPS sengaja dirancang untuk kepentingan-kepentingan pendidikan sehingga
IPS keberadaannya hanya ada dalam dunia persekolahan tidak seperti ilmu sosial
yang keberadaannya bisa dalam dunia persekolahan, perguruan tinggi atau
dipelajari di masyarakat secara umum. Pendidikan IPS bukan suatu disiplin ilmu
seperti ilmu sosial tetapi lebih tepat dilihat sebagai suatu bidang kajian
terhadap masalah-masalah kemasyarakatan. Dalam pendekatan yang dilakukan di
dalam IPS menggunakan pendekatan multidisiplin atau interdisiplin, tidak
seperti ilmu sosial yang menggunakan disiplin ilmu atau monodisiplin.
Sementara
menurut Nursid Sumaatmadja (1980:7-8; dalam Pendidikan IPS: Sapriya), PIPS
berbeda dengan ilmu-ilmu sosial. Studi sosial (social studies) bukan merupakan bidang keilmuan atau disiplin
akademis, melainkan lebih merupakan suatu bidang pengkajian tentang gejala dan
masalah sosial. Untuk mengkaji masalah-masalah sosial tentunya studi sosial
lebih bersifat praktis daripada akademis-teoritis. Hal ini didasarkan pada
bentuk gejala dan masalah sosial yang sifatnya lebih menghendaki pemecahan
secara langsung dan mendesak. Oleh karena itu pendekatan yang digunakan
bersifat interdisipliner dan multidisipliner. Dengan demikian, bentuk dari
studi sosial lebih banyak menunjukan sebagai program studi gabungan yang
berasal dari berbagai disiplin ilmu dan peran ilmu-ilmu sosial menjadi konten
utama dalam PIPS.
Berdasarkan
batasan Edgar B. Wesley (dalam diktat Dasar-Dasar IPS oleh Tim Dosen UNY, UNJ,
STKIP Gorontalo dalam modul hakikat IPS UNY) yang berpendapat bahwa ada
persamaan antara Pendidikan IPS
dengan Ilmu-ilmu Sosial yang terletak pada sasaran yang diselidiki, yaitu
manusia dalam kehidupan bermasyarakat. Keduanya membahas permasalahan yang
terjadi dalam hubungan antarmanusia (masyarakat manusia). Sedangkan perbedaannya terletak pada tujuan. Ilmu
sosial bertujuan memajukan dan mengembangkan ilmunya masing-masing dengan cara
menghimpun fakta, mengembangkan konsep dan generalisasi. Melalui penelitian
ilmiah, para ahli melakukan pengujian hipotesis untuk menghasilkan teori atau
teknologi baru. Hal ini berbeda dengan tujuan pendidikan IPS yang lebih bersifat
pendidikan, bukan untuk menemukan teori ilmu sosial, melainkan ditujukan pada keberhasilan
dalam mendidik dan membelajarkan IPS untuk mencapai tujuan pembelajaran yang
sudah ditetapkan.
2. Mata
pelajaran IPS di persekolahan sebenarnya merupakan hard subject yang sangat
penting untuk peserta didik, oleh karena itu pandangan selama ini dikalangan
peserta didik, pendidik dan orang tua yang menomorduakan IPS harus diubah.
a. Tujuan
IPS di persekolahan ialah untuk mendidik peserta didik sebagai warga negara
yang baik (good citizenship), warga
masyarakat yang konstruktif dan produktif, yaitu warga negara yang memahami dirinya
sendiri dan masyarakatnya, mampu merasa sebagai warga negara, berpikir sebagai
warga negara, bertindak sebagai warga negara, dan jika mungkin juga mampu hidup
sebagaimana layaknya warga negara (Saxe, dalam Pendidikan IPS: Sapriya). Sementara
tujuan pembelajaran IPS (Pusat Kurikulum, 2006: 7 dalam modul Hakikat IPS UNY)
adalah mengembangkan potensi peserta didik agar peka terhadap masalah sosial
yang terjadi di masyarakat, memiliki sikap mental positif terhadap perbaikan
segala ketimpangan yang terjadi, dan terampil mengatasi setiap masalah yang
terjadi sehari-hari baik yang menimpa dirinya sendiri maupun yang menimpa
masyarakat.
b. Alasan
IPS dibelajarkan di persekolahan adalah untuk membantu peserta didik
mempersiapkan diri untuk terjun dalam bermasyarakat, karena peserta didik
merupakan manusia yang selalu hidup dalam lingkungan sosial sehingga diperlukan
pengetahuan mengenai kehidupan sosial. Dilihat dari pesatnya perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi, dimana dunia pendidikan selalu tertinggal dibandingkan
dengan perkembangan kebutuhan masyarakat, maka IPS diperlukan sebagai wadah
ilmu pengetahuan yang mengharmoniskan laju perkembangan ilmu dan kehidupan
dalam dunia pengajaran. Sebab IPS mampu melakukan lompatan-lompatan ilmu secara
konsepsional untuk kepentingan praktis kehidupan yang baru, sesuai dengan
perkembangan jaman. IPS oleh para pendirinya secara sengaja diciptakan dan
dibina ke arah menuntun generasi muda mampu hidup dalam jaman dan lingkungannya
dengan bekal pengetahuan yang baru. Hal tersebut dapat dicapai dengan
membelajarkan IPS di persekolahan.
c. Hal-hal
yang melandasi terjadinya penomorduaan IPS depersekolahan ialah anggapan
masyarakat bahwa ilmu sosial kurang berpengaruh pada kesuksesan yang sebagian
besar mengukurnya dengan kesuksesan pekerjaan. Sementara dalam dunia pekerjaan
kualifikasi yang dibutuhkan merupakan kepandaian dalam bidang teknologi dan
eksak. Sehingga baik orang tua peserta didik maupun peserta didik itu sendiri
lebih bangga jika dapat menempuh pendidikan eksak dibandingkan mengkaji ilmu
sosial. Selain itu, ada anggapan dalam masyarakat bahwa kurangnya pengetahuan
mengenai teknologi atau pengetahuan eksak menunjukan ketertinggalan jaman, di
mana dewasa ini perkembangan teknokogi sangat pesan sehingga masyarakat begitu
sibuk mengikuti perkembangan teknologi dan pengetahuan eksak, sementara
masyarakat kurang begitu memperhatikan perkembangan ilmu sosial yang
menyebabkan hal yang biasa bahkan dianggap ketinggalan jaman jika mempelajari
budaya atau adat suatu daerah. Hal ini menyebabkan mayarakat semakin tidak
mempedulikan nilai-nilai kemanusiaan, terbukti dengan kondisi masyarakat yang
semakin tidak memperhatikan kesulitan-kesulitan masyarakat lainnya, yang
dipentingkan hanya diri sendiri. Ini merupakan dampak dari kurangnya perhatian
terhadap ilmu sosial.
d. Upaya
yang dapat dilakukan untuk merubah pandangan menomorduakan IPS di persekolahan
ialah dengan semakin giat dan serius dalam mengkaji ilmu sosial. Ilmu sosial
tidak lagi mengejar kemajuan jaman yang pesat namun dapat membuat pola dalam
masyarakat melalui pembelajaran dalam dunia persekolahan dapat ditanamkan pada
peserta didik bahwa memahami dan mengamalkan ilmu sosial dapat menjadi solusi
dari ketidak seimbangan dalam bermasyarakat di mana kepedulian sesama semakin
memudar. Jika perkembangan kajian ilmu sosial yang merupakan induk pendidikan
IPS selalu beriringan dengan perkembangan ilmu-ilmu lain maka bukan tidak
mungkin IPS dapat menjadi acuan untuk pembelajaran bidang ilmu yang lain karena
semua ilmu yang dibelajarkan dipersekolahan pada akhirnya untuk digunakan dalam
kehidupan bermasyarakat.
3. IPS
hendaknya dibelajarkan kepada peserta didik dengan merujuk kepada tradisi social studies menurut Barth and Shermis
(1977).
a. Perbedaan
antara social studies taught as citizenship
transmission, social studies taught as social studies dan social studies tought as reflektive inquiry.
Social studies taught as citizenship
transmission maksudnya ialah pembelaajran IPS di persekolahan bertujuan
untuk menanamkan nilai-nilai yang sudah dipilih dan dianggap baik agar peserta
didik dapat menjadi warga negara yang baik. Namun di Indonesia, peran ini lebih
condong pada pendidikan kewarganegaraan akan tetapi pembelajaran IPS juga
mengambil peranan penting dalam menanamkan nilai-nilai luhur bangsa kepada
peserta didik dan membantu peserta didik memahaminya serta mengamalkannya dalam
menjalani kehidupan sosial sebagai bagian dari masyarakat dan warga negara.
Social studies taught as social studies terbagi
atas dua pemahaman, yaitu Pendidikan IPS dibelajarkan secara terpisah dan
Pendidikan IPS yang dibelajarkan secara terpadu. Dalam tradisi pertama
pembelajaran IPS disampaikan di dalam kelas sebagai suatu pelajaran yang
menekankan pada struktur disiplin ilmu-ilmu sosial sehingga peserta didik
diharapkan dapat memahami cara kerja ilmuwan sosial dalam mendapatkan
konsep-konsep dalam disiplin ilmunya masing-masing dan biasanya dilakukan
dengan memisahkan tiap-tiap disiplin ilmu. Tradisi IPS dibelajarkan sebagai
ilmu sosial secara terpisah lebih menekankan pada pengajaran konsep dasar,
teori dan metode dari diaiplin ilmu-ilmu sosial. Sedangkan yang kedua lebih menekankan pada masalah-masalah
sosial yang hidup dalam lingkungan peserta didik.
Social studies tought as reflektive inquiry
merupakan pembelajaran IPS yang lebih menekankan pada pemahaman peserta didik
terhadap suatu permasalahan dan merangsang peserta didik untuk berpikir kritis
dalam mengkaji suatu permasalahan sosial bukan hanya menuntut peserta didik
untuk menghafal baik itu menghafal peristiwa sosial atau nama-nama tempat
karena menurut pandangan tradisi ini, pembelajarn IPS bukan untuk membuat
peserta didik menghafal sesuatu malinkan agar peserta didik dapat mengembangkan
kemampuan berpikir kritisnya agar peserta didik mampu menganalisis suatu
permasalahan sosial dan dapat menemukan penyelesaiannya.
b. Contoh-contoh
penerapan tiga tradisi social studies di
Indonesia, pada kenyataanya masih jarang ditemukan di dunia pembelajaran ketiga
tradisi tersebut karena kebanyakan persekolahan melakukan pembelajaran IPS
secara tradisional dan lebih menekankan pada menuntut peserta didik untuk
menghafal bukannya untuk menganalisis suatu permasalahan sosial. Kemudian untuk
penerapan pembelajaran IPS sebagai ilmu sosial, tradisi pertama yang memisahkan
ilmu-ilmu sosial telah diterapkan dalam pendidikan sekolah menengah sementara
untuk pembelajarn IPS secara terpadu telah diterapkan di sekolah dasar.
Sedangkan pembelajaran IPS yang bertujuan untuk menanamkan nilai-nilai
kewarganegaraan pada peserta didik telah dilaksanakan dalam pembelajaran IPS
walaupun lebih dominan oleh pembelajaran pendidikan kewarganegaraan.
4. Isu-isu
sosial kontemporer hendaknya menjadi bahan kajian dalam PIPS, sehingga
kecakapan sosial peserta didik dan kemampuan pemecahan masalah diri dan lingkungannya.
a. Tema
isu-isu global yang menjadi bahan kajian IPS diantaranya adalah sebagai
berikut:
1) Isu-isu
perdamaian dan keamanan, banyak negara yang mengalokasikan dana cukup besar
untuk menyediakan persenjataan untuk pertahanan keamanan nasionalnya. Konflik
terjadi di mana-mana dan menelan korban jiwa yang cukup banyak. Meskipun sudah
dilakukan usaha-usaha perdamaian namun tetap saja konflik selalu terjadi. Pada
dasarnya bangsa-bangsa mengetahui perdamaian dan keamanan sehingga perdamaian
dan keamanan sudah menjadi pemikiran bangsa-bangsa sepanjang sejarah unutk
menyelesaikan konflik dan menciptakan perdamaian.
2) Isu-isu
pembangunan, hal ini berhubungan dengan bagaimana suatu bangsa berusaha untuk
memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar, mencapai pertumbuhan ekonomi nasional, dan
memperluas kebebasan politik, ekonomi dan sosial mereka.
3) Isu-isu
lingkungan meliputi permasalahan-permasalahan yang menyangkut kelangsungan
hidup, mengenai bagamana sumber daya alam yang semakin menipis, perilaku
manusia yang merusak bumi dan permasalahan lain yang perlu segera ditangani dan
diselesaikan bukan hanya oleh satu negara tetapi perlu ada kerjasama dari
setiap bangsa.
4) Isu-isu
hak asasi manusia menjadi permasalahan dunia yang meresahkan. Penindasan
terhadap kelompok-kelompok manusia tertentu oleh kelompok yang lain,
pelanggaran hak asasi manusia yang kerap terjadi baik ketika terjadi perang
maupun dalam kehidupan sehari-hari di mana banyak sekali orang yang mengabaikan
hak asasi orang yang lainnya sehingga bertindak sewenang-wenang.
b. Analisis
isu sosial kontemporer
Pemanasan
Global
Pemanasan global
merupakan fenomena global yang disebabkan oleh aktivitas manusia yang terjadi
di seluruh dunia, perubahan populasi penduduk yang semakin bertambah, serta
pertumbuhan teknologi dan industri yang semakin pesat dan kurang memperhatikan
dampak-dampaknya terhadap lingkungan. Oleh karena itu peristiwa pemanasan
global ini bukan saja berdampak secara regional tetapi berdampak global.
Fenomena
pemanasan global dapat diterangkan sebagai berikut: Matahari memancarkan
radiasinya ke bumi menembus lapisan atmosfer bumi. Radiasi tersebut akan
dipantulkan kembali ke angkasa, namun sebagian gelombang tersebut diserap oleh
gas rumah kaca, yaitu CO2, CH4, N2O, HFCs dan
SF4 yang berada di atmosfer. Sebagai akibatnya gelombang tersebut
terperangkap di dalam atmosfer bumi. Peristiwa ini terjadi berulang-ulang,
sehingga menyebabkan suhu rata-rata di permukaan bumi meningkat. Sementara itu
atmosfer bumi tidak pernah bebas dari perubahan. Komposisi, suhu dan kemampuan
membersihkan diri selalu bervariasi sejak planet bumi ini terbentuk dan hal ini
menyebabkan kontroversi dalam menanggapi isu pemanasan global ini kaerna ada
sebagian pendapat mengatakan bahwa pemanasan global merupakan perubahan suhu
bumi yang lami dan bukan prtama kali terjadi. Fakta bahwa makin meningkatnya
jumlah penduduk yang disertai dengan meningkatnya kegiatan manusia terutama
dalam bidang transportasi, maka pakar-pakar atmosfer dunia memprediksi akan
terjadi kenaikan suhu diseluruh permukaan bumi yang dikenal dengan pemanasan
global. Selain siklus suhu bumi tengah meningkat, peningkatan efek rumah kaca
dan gas rumah kaca juga memacu pemanasan global menjadi sangat cepat.
Menurut perkiraan
selama era pra-industri efek rumah kaca telah meningkatkan suhu bumi rata-rata
sekitar 10°– 50° C. Perkembangan ekonomi dunia memperkirakan konsumsi global
bahan bakar fosil akan terus meningkat. Hal ini menyebabkan emisi karbon
dioksida antara 0,3 – 2% pertahun dan bila kecenderungan peningkatan gas rumah
kaca tetap seperti sekarang akan menyebabkan peningkatan pemanasan global
antara 1,5 – 4,5 0C sekitar tahun 2030.
Perubahan
(kenaikan) suhu yang cepat akan menyebabkan terjadinya perubahan iklim yang
cepat. Hal ini dapat mengakibatkan terganggunya hutan dan ekosistem lainnya,
sehingga mengurangi kemampuannya untuk menyerap karbon dioksida (CO2)
di atmosfer. Lebih jauh lagi, pemanansan global dapat menyebabkan lepasnya
karbon yang tersimpan di tanah dalam bentuk bahan-bahan organik yang kemudian
teruraikan menjadi CO2 dan CH4 oleh kegiatan mikroba
tanah. Iklim yang bertambah panas akan meningkatkan aktivitas mikroba yang pada
akhirnya akan meningkatkan pemanasan global.
Beberapa
aktivitas manusia yang menyebabkan terjadinya pemanasan global diantaranya
adalah:
1. Konsumsi
Energi Bahan Bakar Fosil.
Sektor industri
merupakan penyumbang emisi karbon terbesar, sedangkan sektor transportasi
menempati posisi kedua. Menurut Departemen Energi dan Sumber daya Mineral
(2003), konsumsi energi bahan bakar fosil memakan sebanyak 70% dari total
konsumsi energi, sedangkan listrik menempati posisi kedua dengan memakan 10%
dari total konsumsi energi. Dari sektor ini, Indonesia mengemisikan gas rumah
kaca sebesar 24,84% dari total emisi gas rumah kaca.
Indonesia termasuk
negara pengkonsumsi energi terbesar di Asia setelah Cina, Jepang, India dan
Korea Selatan. Konsumsi energi yang besar ini diperoleh karena banyaknya
penduduk yang menggunakan bahan bakar fosil sebagai sumber energinya, walaupun
dalam perhitungan penggunaan energi per orang di negara berkembang, tidak
sebesar penggunaan energi per orang di negara maju.
Dengan demikian,
banyaknya gas rumah kaca yang dibuang ke atmosfer dari sektor penggunaan bahan
bakar fosil berkaitan dengan gaya hidup dan jumlah penduduk. USA merupakan
negara dengan penduduk yang mempunyai gaya hidup sangat boros, dalam
mengkonsumsi energi yang berasal dari bahan bakar fosil, berbeda dengan negara
berkembang yang mengemisikan sejumlah gas rumah kaca, karena akumulasi
banyaknya penduduk.
2. Sampah
Sampah
menghasilkan gas metana (CH4). Diperkirakan 1 ton sampah padat
menghasilkan 50 kg gas metana. Sampah merupakan masalah besar yang dihadapi
kota-kota di Indonesia. Menurut Kementerian Negara Lingkungan Hidup pada tahun
1995 rata-rata orang di perkotaan di Indonesia menghasilkan sampah sebanyak 0,8
kg/hari dan pada tahun 2000 terus meningkat menjadi 1 kg/hari. Dilain pihak
jumlah penduduk terus meningkat sehingga, diperkirakan, pada tahun 2020 sampah
yang dihasilkan mencapai 500 juta kg/hari atau 190 ribu ton/tahun. Dengan
jumlah ini maka sampah akan mengemisikan gas metana sebesar 9500 ton/tahun.
Dengan demikian, sampah di perkotaan merupakan sektor yang sangat potensial,
mempercepat proses terjadinya pemanasan global.
3. Kerusakan
hutan
Salah satu fungsi
tumbuhan yaitu menyerap karbondioksida (CO2), yang merupakan salah
satu dari gas rumah kaca, dan mengubahnya menjadi oksigen (O2). Saat
ini di Indonesia diketahui telah terjadi kerusakan hutan yang cukup parah. Laju
kerusakan hutan di Indonesia, menurut data dari Forest Watch Indonesia (2001),
sekitar 2,2 juta/tahun. Kerusakan hutan tersebut disebabkan oleh kebakaran
hutan, perubahan tata guna lahan, antara lain perubahan hutan menjadi
perkebunan dengan tanaman tunggal secara besar-besaran, misalnya perkebunan
kelapa sawit, serta kerusakan-kerusakan yang ditimbulkan oleh pemegang Hak
Pengusahaan Hutan (HPH) dan Hutan Tanaman Industri (HTI). Dengan kerusakan
seperti tersebut diatas, tentu saja proses penyerapan karbondioksida tidak
dapat optimal. Hal ini akan mempercepat terjadinya pemanasan global.
4. Pertanian
dan Peternakan.
Sektor ini
memberikan kontribusi terhadap peningkatan emisi gas rumah kaca melalui
sawah-sawah yang tergenang yang menghasilkan gas metana, pemanfaatan pupuk
serta praktek pertanian, pembakaran sisa-sisa tanaman, dan pembusukan sisa-sisa
pertanian, serta pembusukan kotoran ternak. Dari sektor ini gas rumah kaca yang
dihasilkan yaitu gas metana (CH4) dan gas dinitro oksida (N20).
Di Indonesia, sektor pertanian dan peternakan menyumbang emisi gas rumah kaca
sebesar 8.05 % dari total gas rumah kaca yang diemisikan ke atmosfer.
Pemanasan global
menyebabkan mencairnya gunung-gunung es di daerah kutub yang dapat menimbulkan
naiknya permukaan air laut, yang dapat mengancam pemukiman pinggir pantai,
erosi di wilayah pesisir, kerusakan hutan bakau dan terumbu karang, perubahan
lokasi sedimentasi, berkurangnya intensitas cahaya di dasar laut serta naiknya
tinggi gelombang. Selain itu pemanasan global juga mengakibatkan pergeseran
musim sebagai akibat dari adanya perubahan pola curah hujan. Perubahan iklim
mengakibatkan intensitas hujan yang tinggi pada periode yang singkat serta
musim kemarau yang panjang. Di beberapa tempat terjadi peningkatan curah hujan
sehingga meningkatkan peluang terjadinya banjir dan tanah longsor, sementara di
tempat lain terjadi penurunan curah hujan yang berpotensi menimbulkan
kekeringan. Sebagian besar Daerah Aliran Sungai (DAS) akan terjadi perbedaan
tingkat air pasang dan surut yang makin tajam. Hal ini mengakibatkan
meningkatnya kekerapan terjadinya banjir atau kekeringan. Kondisi ini akan
semakin parah apabila daya tampung badan sungai atau waduk tidak terpelihara
akibat erosi.
Peristiwa-peristiwa
tersebut akan menimbulkan dampak pada beberapa sektor diantaranya adalah
sebagai berikut:
1. Sektor
kehutanan.
Kenaikan suhu
akan menjadi faktor penyeleksi alam, di mana spesies yang mampu beradaptasi
akan bertahan bahkan kemungkinan akan berkembang biak dengan pesat sedangkan
spesies yang tidak mampu beradaptasi, akan mengalami kepunahan. Hal tersebut
dapat menyebabkan terjadinya pergantian beberapa spesies flora dan fauna.
Kebakaran hutan juga menjadi faktor penyebab kepunahan keanekaragaman hayati,
sedangkan kebakaran hutan terjadi akibat meningkatnya suhu di sekitar hutan dan
menyebabkan rumout dan ranting kering menjadi mudah terbakar.
2. Perikanan.
Terumbu karang
merupakan habitat beberapa hewan laut. Penigkatan suhu air laut dapat memicu
matinya terumbu karang sehingga menyebabkan matinya ikan karena habitatnya
rusak. Suhu air laut yang meningkat juga memicu terjadinya migrasi ikan yang
sensitif terhadap perubahan suhu secara besar-besaran menuju ke daerah yang
lebih dingin. Peristiwa matinya terumbu karang dan migrasi ikan secara ekonomis
merugikan nelayan karena menurunkan hasil tangkapan mereka dengan demikian
nelayan akan semakin kesulitan dalam memenuhi kebutuhan ekonominya. Di
Indonesia banyak sekali daerah pantai dan secara otomatis banyak masyarakat
bekerja sebagai nelayan, sehingga pemanasan global berdampak secara tidak
langsung pada tingkat kesejahteraan masyarakat.
3. Pertanian
Pada umumnya,
semua bentuk sistem pertanian sensitif terhadap perubahan iklim. Perubahan
iklim berakibat pada pergeseran musim dan perubahan pola curah hujan. Hal
tersebut berdampak pada pola pertanian, misalnya keterlambatan musim tanam atau
panen, kegagalan penanaman, atau panen karena banjir, berkurangnya waktu tanam
dan panen dari tiga kali tanam dalam setahun menjadi dua kali tanam dalam
setahun karena faktor cuaca, tanah longsor dan kekeringan. Sehingga akan
terjadi penurunan produksi pangan karena hasil panen yang dihasilkan oleh para
petani turun. Hal tersebut lambat laun akan mempengaruhi ketahanan pangan
nasional.
4. Kesehatan
Dampak pemanasan
global pada sektor ini yaitu meningkatkan frekuensi penyakit tropis, misalnya
penyakit yang ditularkan oleh nyamuk (malaria dan demam berdarah), mewabahnya
diare, penyakit kencing tikus atau leptospirasis dan penyakit kulit. Kenaikan
suhu udara akan menyebabkan masa inkubasi nyamuk semakin pendek sehingga nyamuk
makin cepat untuk berkembang biak. Bencana banjir yang melanda akan menyebabkan
terkontaminasinya persediaan air bersih sehingga menimbulkan wabah penyakit
diare dan penyakit leptospirosis pada masa pasca banjir. Sementara itu, kemarau
panjang akan mengakibatkan krisis air bersih sehingga berdampak timbulnya
penyakit diare dan penyakit kulit. Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut
(ISPA) juga menjadi ancaman seiring dengan terjadinya kebakaran hutan.
Jadi dapat
disimpulkan bahwa perubahan iklim akibat pemanasan global bukan saja berdampak
negatif terhadap ekosistem, melainkan juga langsung mempengaruhi sosial-ekonomi
dan kesehatan masyarakat.
c. Langkah-langkah
pembelajaran
1. Kegiatan
awal
§
Pendidik menanyakan pada peserta didik mengenai
isu yang akan dibahas pada pembelajaran (contohnya isu pemanasan global).
§
Pendidik memberi kesempatan pada peserta didik
untuk mengungkapkan pengetahuannya.
2. Kegiatan
inti
§
Pendidik menampilkan tayangan mengenai topik
yang akan dibahas (pemanasan global).
§
Pendidik membagi peserta didik ke dalam beberapa
kelompok.
§
Pendidik membagikan sebuah artikel mengenai
topik yang tengah dipelajari.
§
Peserta didik mendiskusikan isu tersebut dalam
kelompok.
§
Kelompok mempresentasikan masing-masing hasil
diskusinya di depan kelas.
§
Kelompok lain mengajukan pertanyaan dan
didiskusikan bersama oleh semua kelompok.
3. Kegiatan
penutup
§
Pendidik memberi kesempatan kepada peserta didik
untuk menanyakan hal-hal yang belum dipahami.
§
Pendidik meminta beberapa orang siswa
mengungkapkan pengetahuannya.
§
Pendidik menyimpulkan hasil pembelajaran.
Referensi
Sapriya. 2008.
Pendidikan IPS. Bandung: Laboratorium
PKn Universitas Pendidikan Indonesia.
http://adidarmawan168.blogspot.com/2012/03/latar-belakang-dari-pendidikan.html
http://hyushainz97.blogspot.com/2012/01/fip-pgsd.html
http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/Pendidikan%20IPS%20SD.pdf
http://file.upi.edu/Direktori/FPIPS/M_K_D_U/196209261989041-RIDWAN_EFFENDI/
Perspektif_dan_Tujuan_IPS.pdf
http://ppkncsorestkip.blogspot.com/2009/04/makalah-pendidikan-ilmu-sosial.html
http://lookaroundusnow.blogspot.com/2009/02/masalah-lingkungan-global.html
http://capsulx368.blogspot.com/2010/09/penyebab-dan-dampak-pemanasan-global.html
http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2010/12/pemanasan-global-fakta-atau-fiksi/
No comments:
Post a Comment