05/04/2012

PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL


1.      Ilmu-ilmu sosial, IPS, pendidikan IPS dan pendidikan kewarganegaraan merupakan subjek yang saling terkait baik secara konseptual maupun perkembangannya.
a.       Perbedaan dan persamaan antara IPS, pendidikan IPS dan pendidikan kewarganegaraan.
Dalam dokumen kurikulum 1975, Ilmu Pengetahuan Sosial yang biasa disingkat menjadi IPS merupakan salah satu nama mata pelajaran yang diberikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah, mata pelajaran integrasi dari mata pelajaran sejarah, geografi, dan ekonomi serta mata pelajaran ilmu sosial lainnya agar pelajaran menjadi lebih bermakna dan berarti bagi peserta didik karena telah disederhanakan dan disesuaikan dengan karakteristik dan kebutuhan peserta didik.
Sedangkan, sebagai akibat dari adanya istilah IPS maka ada istilah Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial atau disingkat PIPS supaya bisa dibedakan dengan pendidikan pada tingkat universitas karena istilah PIPS sebagai pendidikan disiplin ilmu digunakan untuk dikaji dan dikembangkan secara ontologis, epistemologis, dan aksiologis di tingkat perguruan tinggi baik pada jenjang S1, S2 maupun S3. Sementara keterkaitan antara pendidikan kewarganegaraan dan PIPS, pada dasarnya ada dua pandangan utama. Pandangan pertama melihat pendidikan kewarganegaraan sebagai bagian dari PIPS, dan pandangan kedua melihat pendidikan kewarganegaraan sebagai esensi atau inti dari PIPS. Seperti dikemukakan oleh Mehlinger (1977:78; dalam hakikat PIPS:Tim dosen PIPS): social studies has no monopoly over citizenship education, but a social studies without citizenship education as its core is like yards of thread without a spool-all tangle and confusion”. Dari pandangan ini dapat dilihat dengan jelas bahwa pendidikan kewarganegaraan dan PIPS tidak bisa dipisahkan satu sama lain seperti halnya ditegaskan Mehlinger (1977:79) bahwa PIPS tanpa pendidikan kewarganegaraan sebagai intinya, laksana benang tanpa gulungan, semuanya akan kacau dan semerawut. Jika pandangan ini diterapkan untuk di Indonesia, dengan tegas dapat dikemukakan bahwa pendidikan kewarganegaraan merupakan inti dari Pendidikan IPS. Pendidikan kewarganegaraan memasuki ketiga wilayah tradisi PIPS, melalui tradisi “citizenship transmission” jelas pendidikan kewarganegaraan  menekankan pada pentransmisian kekayaan budaya bangsa kepada warga negara, dalam tradisi sosial sciences pendidikan kewarganegaraan  diwadahi oleh ilmu politik, dan dalam reflective inquiry menekankan pada kemampuan untuk mengambil keputusan dalam rangka memecahkan masalah-masalah kewarganegaraan. Sehingga pendidikan kewarganegaraan dapat didudukkan sebagai mata pelajaran yang berdiri sendiri, yang memiliki pijakan utama konsep-konsep ilmu politik dengan salah satu dimensinya adalah “pendidikan politik”, dan kedua sebagai esensi atau “core” dari pembelajaran disiplin ilmu sosial lainnya dalam rangka “Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial”.
b.      Perbedaan dan persamaan antara ilmu-ilmu sosial dengan pendidikan IPS.
Keterkaitan antara disiplin ilmu-ilmu sosial dengan pendidikan IPS dari segi isi, PIPS memilih isi dari struktur disiplin ilmu sosial yang diorganisasikan secara sistematis, dan pilihan isi itu  dalam bentuk generalisasi teori yang diambil dari struktur disiplin ilmu-ilmu sosial. Sedangkan segi metode, metode  berpikir dan penelitian menggunakan pola  ilmuwan sosial, pendekatan inter-cross, dan trans struktur dalam menyusun isi PIPS digunakan dalam bentuk generalisasi dan metode berpikir dan penelitian yang sudah dipolakan oleh ilmuwan sosial. Frasser and West (1981:15-20; dalam hakikat PIPS: tim dosen PIPS) mengemukakan bahwa perbedaanantara ilmu-ilmu sosial dan pendidikan IPS bukanlah perbedaan prinsipil, melainkan hanya perbedaan gradual, ilmu-ilmu sosial diorganisasikan secara sistematis dan dibangun melalui penyelidikan ilmiah dan penelitian yang sudah direncanakan, sedangkan pendidikan IPS terdiri atas bahan pilihan dari ilmu-ilmu sosial yang sudah disederhanakan dan diorganisasikan secara psikologis dan ilmiah untuk kepentingan tujuan pendidikan karena IPS sengaja dirancang untuk kepentingan-kepentingan pendidikan sehingga IPS keberadaannya hanya ada dalam dunia persekolahan tidak seperti ilmu sosial yang keberadaannya bisa dalam dunia persekolahan, perguruan tinggi atau dipelajari di masyarakat secara umum. Pendidikan IPS bukan suatu disiplin ilmu seperti ilmu sosial tetapi lebih tepat dilihat sebagai suatu bidang kajian terhadap masalah-masalah kemasyarakatan. Dalam pendekatan yang dilakukan di dalam IPS menggunakan pendekatan multidisiplin atau interdisiplin, tidak seperti ilmu sosial yang menggunakan disiplin ilmu atau monodisiplin.
            Sementara menurut Nursid Sumaatmadja (1980:7-8; dalam Pendidikan IPS: Sapriya), PIPS berbeda dengan ilmu-ilmu sosial. Studi sosial (social studies) bukan merupakan bidang keilmuan atau disiplin akademis, melainkan lebih merupakan suatu bidang pengkajian tentang gejala dan masalah sosial. Untuk mengkaji masalah-masalah sosial tentunya studi sosial lebih bersifat praktis daripada akademis-teoritis. Hal ini didasarkan pada bentuk gejala dan masalah sosial yang sifatnya lebih menghendaki pemecahan secara langsung dan mendesak. Oleh karena itu pendekatan yang digunakan bersifat interdisipliner dan multidisipliner. Dengan demikian, bentuk dari studi sosial lebih banyak menunjukan sebagai program studi gabungan yang berasal dari berbagai disiplin ilmu dan peran ilmu-ilmu sosial menjadi konten utama dalam PIPS.
Berdasarkan batasan Edgar B. Wesley (dalam diktat Dasar-Dasar IPS oleh Tim Dosen UNY, UNJ, STKIP Gorontalo dalam modul hakikat IPS UNY) yang berpendapat bahwa ada persamaan antara Pendidikan IPS dengan Ilmu-ilmu Sosial yang terletak pada sasaran yang diselidiki, yaitu manusia dalam kehidupan bermasyarakat. Keduanya membahas permasalahan yang terjadi dalam hubungan antarmanusia (masyarakat manusia). Sedangkan perbedaannya terletak pada tujuan. Ilmu sosial bertujuan memajukan dan mengembangkan ilmunya masing-masing dengan cara menghimpun fakta, mengembangkan konsep dan generalisasi. Melalui penelitian ilmiah, para ahli melakukan pengujian hipotesis untuk menghasilkan teori atau teknologi baru. Hal ini berbeda dengan tujuan pendidikan IPS yang lebih bersifat pendidikan, bukan untuk menemukan teori ilmu sosial, melainkan ditujukan pada keberhasilan dalam mendidik dan membelajarkan IPS untuk mencapai tujuan pembelajaran yang sudah ditetapkan.
2.      Mata pelajaran IPS di persekolahan sebenarnya merupakan hard subject yang sangat penting untuk peserta didik, oleh karena itu pandangan selama ini dikalangan peserta didik, pendidik dan orang tua yang menomorduakan IPS harus diubah.
a.       Tujuan IPS di persekolahan ialah untuk mendidik peserta didik sebagai warga negara yang baik (good citizenship), warga masyarakat yang konstruktif dan produktif, yaitu warga negara yang memahami dirinya sendiri dan masyarakatnya, mampu merasa sebagai warga negara, berpikir sebagai warga negara, bertindak sebagai warga negara, dan jika mungkin juga mampu hidup sebagaimana layaknya warga negara (Saxe, dalam Pendidikan IPS: Sapriya). Sementara tujuan pembelajaran IPS (Pusat Kurikulum, 2006: 7 dalam modul Hakikat IPS UNY) adalah mengembangkan potensi peserta didik agar peka terhadap masalah sosial yang terjadi di masyarakat, memiliki sikap mental positif terhadap perbaikan segala ketimpangan yang terjadi, dan terampil mengatasi setiap masalah yang terjadi sehari-hari baik yang menimpa dirinya sendiri maupun yang menimpa masyarakat.
b.      Alasan IPS dibelajarkan di persekolahan adalah untuk membantu peserta didik mempersiapkan diri untuk terjun dalam bermasyarakat, karena peserta didik merupakan manusia yang selalu hidup dalam lingkungan sosial sehingga diperlukan pengetahuan mengenai kehidupan sosial. Dilihat dari pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, dimana dunia pendidikan selalu tertinggal dibandingkan dengan perkembangan kebutuhan masyarakat, maka IPS diperlukan sebagai wadah ilmu pengetahuan yang mengharmoniskan laju perkembangan ilmu dan kehidupan dalam dunia pengajaran. Sebab IPS mampu melakukan lompatan-lompatan ilmu secara konsepsional untuk kepentingan praktis kehidupan yang baru, sesuai dengan perkembangan jaman. IPS oleh para pendirinya secara sengaja diciptakan dan dibina ke arah menuntun generasi muda mampu hidup dalam jaman dan lingkungannya dengan bekal pengetahuan yang baru. Hal tersebut dapat dicapai dengan membelajarkan IPS di persekolahan.
c.       Hal-hal yang melandasi terjadinya penomorduaan IPS depersekolahan ialah anggapan masyarakat bahwa ilmu sosial kurang berpengaruh pada kesuksesan yang sebagian besar mengukurnya dengan kesuksesan pekerjaan. Sementara dalam dunia pekerjaan kualifikasi yang dibutuhkan merupakan kepandaian dalam bidang teknologi dan eksak. Sehingga baik orang tua peserta didik maupun peserta didik itu sendiri lebih bangga jika dapat menempuh pendidikan eksak dibandingkan mengkaji ilmu sosial. Selain itu, ada anggapan dalam masyarakat bahwa kurangnya pengetahuan mengenai teknologi atau pengetahuan eksak menunjukan ketertinggalan jaman, di mana dewasa ini perkembangan teknokogi sangat pesan sehingga masyarakat begitu sibuk mengikuti perkembangan teknologi dan pengetahuan eksak, sementara masyarakat kurang begitu memperhatikan perkembangan ilmu sosial yang menyebabkan hal yang biasa bahkan dianggap ketinggalan jaman jika mempelajari budaya atau adat suatu daerah. Hal ini menyebabkan mayarakat semakin tidak mempedulikan nilai-nilai kemanusiaan, terbukti dengan kondisi masyarakat yang semakin tidak memperhatikan kesulitan-kesulitan masyarakat lainnya, yang dipentingkan hanya diri sendiri. Ini merupakan dampak dari kurangnya perhatian terhadap ilmu sosial.
d.      Upaya yang dapat dilakukan untuk merubah pandangan menomorduakan IPS di persekolahan ialah dengan semakin giat dan serius dalam mengkaji ilmu sosial. Ilmu sosial tidak lagi mengejar kemajuan jaman yang pesat namun dapat membuat pola dalam masyarakat melalui pembelajaran dalam dunia persekolahan dapat ditanamkan pada peserta didik bahwa memahami dan mengamalkan ilmu sosial dapat menjadi solusi dari ketidak seimbangan dalam bermasyarakat di mana kepedulian sesama semakin memudar. Jika perkembangan kajian ilmu sosial yang merupakan induk pendidikan IPS selalu beriringan dengan perkembangan ilmu-ilmu lain maka bukan tidak mungkin IPS dapat menjadi acuan untuk pembelajaran bidang ilmu yang lain karena semua ilmu yang dibelajarkan dipersekolahan pada akhirnya untuk digunakan dalam kehidupan bermasyarakat.
3.      IPS hendaknya dibelajarkan kepada peserta didik dengan merujuk kepada tradisi social studies menurut Barth and Shermis (1977).
a.       Perbedaan antara social studies taught as citizenship transmission, social studies taught as social studies dan social studies tought as reflektive inquiry.
Social studies taught as citizenship transmission maksudnya ialah pembelaajran IPS di persekolahan bertujuan untuk menanamkan nilai-nilai yang sudah dipilih dan dianggap baik agar peserta didik dapat menjadi warga negara yang baik. Namun di Indonesia, peran ini lebih condong pada pendidikan kewarganegaraan akan tetapi pembelajaran IPS juga mengambil peranan penting dalam menanamkan nilai-nilai luhur bangsa kepada peserta didik dan membantu peserta didik memahaminya serta mengamalkannya dalam menjalani kehidupan sosial sebagai bagian dari masyarakat dan warga negara.
Social studies taught as social studies terbagi atas dua pemahaman, yaitu Pendidikan IPS dibelajarkan secara terpisah dan Pendidikan IPS yang dibelajarkan secara terpadu. Dalam tradisi pertama pembelajaran IPS disampaikan di dalam kelas sebagai suatu pelajaran yang menekankan pada struktur disiplin ilmu-ilmu sosial sehingga peserta didik diharapkan dapat memahami cara kerja ilmuwan sosial dalam mendapatkan konsep-konsep dalam disiplin ilmunya masing-masing dan biasanya dilakukan dengan memisahkan tiap-tiap disiplin ilmu. Tradisi IPS dibelajarkan sebagai ilmu sosial secara terpisah lebih menekankan pada pengajaran konsep dasar, teori dan metode dari diaiplin ilmu-ilmu sosial.  Sedangkan yang kedua lebih menekankan pada masalah-masalah sosial yang hidup dalam lingkungan peserta didik.
Social studies tought as reflektive inquiry merupakan pembelajaran IPS yang lebih menekankan pada pemahaman peserta didik terhadap suatu permasalahan dan merangsang peserta didik untuk berpikir kritis dalam mengkaji suatu permasalahan sosial bukan hanya menuntut peserta didik untuk menghafal baik itu menghafal peristiwa sosial atau nama-nama tempat karena menurut pandangan tradisi ini, pembelajarn IPS bukan untuk membuat peserta didik menghafal sesuatu malinkan agar peserta didik dapat mengembangkan kemampuan berpikir kritisnya agar peserta didik mampu menganalisis suatu permasalahan sosial dan dapat menemukan penyelesaiannya.
b.      Contoh-contoh penerapan tiga tradisi social studies di Indonesia, pada kenyataanya masih jarang ditemukan di dunia pembelajaran ketiga tradisi tersebut karena kebanyakan persekolahan melakukan pembelajaran IPS secara tradisional dan lebih menekankan pada menuntut peserta didik untuk menghafal bukannya untuk menganalisis suatu permasalahan sosial. Kemudian untuk penerapan pembelajaran IPS sebagai ilmu sosial, tradisi pertama yang memisahkan ilmu-ilmu sosial telah diterapkan dalam pendidikan sekolah menengah sementara untuk pembelajarn IPS secara terpadu telah diterapkan di sekolah dasar. Sedangkan pembelajaran IPS yang bertujuan untuk menanamkan nilai-nilai kewarganegaraan pada peserta didik telah dilaksanakan dalam pembelajaran IPS walaupun lebih dominan oleh pembelajaran pendidikan kewarganegaraan.
4.      Isu-isu sosial kontemporer hendaknya menjadi bahan kajian dalam PIPS, sehingga kecakapan sosial peserta didik dan kemampuan pemecahan masalah diri dan lingkungannya.
a.       Tema isu-isu global yang menjadi bahan kajian IPS diantaranya adalah sebagai berikut:
1)      Isu-isu perdamaian dan keamanan, banyak negara yang mengalokasikan dana cukup besar untuk menyediakan persenjataan untuk pertahanan keamanan nasionalnya. Konflik terjadi di mana-mana dan menelan korban jiwa yang cukup banyak. Meskipun sudah dilakukan usaha-usaha perdamaian namun tetap saja konflik selalu terjadi. Pada dasarnya bangsa-bangsa mengetahui perdamaian dan keamanan sehingga perdamaian dan keamanan sudah menjadi pemikiran bangsa-bangsa sepanjang sejarah unutk menyelesaikan konflik dan menciptakan perdamaian.
2)      Isu-isu pembangunan, hal ini berhubungan dengan bagaimana suatu bangsa berusaha untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar, mencapai pertumbuhan ekonomi nasional, dan memperluas kebebasan politik, ekonomi dan sosial mereka.
3)      Isu-isu lingkungan meliputi permasalahan-permasalahan yang menyangkut kelangsungan hidup, mengenai bagamana sumber daya alam yang semakin menipis, perilaku manusia yang merusak bumi dan permasalahan lain yang perlu segera ditangani dan diselesaikan bukan hanya oleh satu negara tetapi perlu ada kerjasama dari setiap bangsa.
4)      Isu-isu hak asasi manusia menjadi permasalahan dunia yang meresahkan. Penindasan terhadap kelompok-kelompok manusia tertentu oleh kelompok yang lain, pelanggaran hak asasi manusia yang kerap terjadi baik ketika terjadi perang maupun dalam kehidupan sehari-hari di mana banyak sekali orang yang mengabaikan hak asasi orang yang lainnya sehingga bertindak sewenang-wenang.
b.      Analisis isu sosial kontemporer
Pemanasan Global

Pemanasan global merupakan fenomena global yang disebabkan oleh aktivitas manusia yang terjadi di seluruh dunia, perubahan populasi penduduk yang semakin bertambah, serta pertumbuhan teknologi dan industri yang semakin pesat dan kurang memperhatikan dampak-dampaknya terhadap lingkungan. Oleh karena itu peristiwa pemanasan global ini bukan saja berdampak secara regional tetapi berdampak global.
Fenomena pemanasan global dapat diterangkan sebagai berikut: Matahari memancarkan radiasinya ke bumi menembus lapisan atmosfer bumi. Radiasi tersebut akan dipantulkan kembali ke angkasa, namun sebagian gelombang tersebut diserap oleh gas rumah kaca, yaitu CO2, CH4, N2O, HFCs dan SF4 yang berada di atmosfer. Sebagai akibatnya gelombang tersebut terperangkap di dalam atmosfer bumi. Peristiwa ini terjadi berulang-ulang, sehingga menyebabkan suhu rata-rata di permukaan bumi meningkat. Sementara itu atmosfer bumi tidak pernah bebas dari perubahan. Komposisi, suhu dan kemampuan membersihkan diri selalu bervariasi sejak planet bumi ini terbentuk dan hal ini menyebabkan kontroversi dalam menanggapi isu pemanasan global ini kaerna ada sebagian pendapat mengatakan bahwa pemanasan global merupakan perubahan suhu bumi yang lami dan bukan prtama kali terjadi. Fakta bahwa makin meningkatnya jumlah penduduk yang disertai dengan meningkatnya kegiatan manusia terutama dalam bidang transportasi, maka pakar-pakar atmosfer dunia memprediksi akan terjadi kenaikan suhu diseluruh permukaan bumi yang dikenal dengan pemanasan global. Selain siklus suhu bumi tengah meningkat, peningkatan efek rumah kaca dan gas rumah kaca juga memacu pemanasan global menjadi sangat cepat.
Menurut perkiraan selama era pra-industri efek rumah kaca telah meningkatkan suhu bumi rata-rata sekitar 10°– 50° C. Perkembangan ekonomi dunia memperkirakan konsumsi global bahan bakar fosil akan terus meningkat. Hal ini menyebabkan emisi karbon dioksida antara 0,3 – 2% pertahun dan bila kecenderungan peningkatan gas rumah kaca tetap seperti sekarang akan menyebabkan peningkatan pemanasan global antara 1,5 – 4,5 0C sekitar tahun 2030.
Perubahan (kenaikan) suhu yang cepat akan menyebabkan terjadinya perubahan iklim yang cepat. Hal ini dapat mengakibatkan terganggunya hutan dan ekosistem lainnya, sehingga mengurangi kemampuannya untuk menyerap karbon dioksida (CO2) di atmosfer. Lebih jauh lagi, pemanansan global dapat menyebabkan lepasnya karbon yang tersimpan di tanah dalam bentuk bahan-bahan organik yang kemudian teruraikan menjadi CO2 dan CH4 oleh kegiatan mikroba tanah. Iklim yang bertambah panas akan meningkatkan aktivitas mikroba yang pada akhirnya akan meningkatkan pemanasan global.
Beberapa aktivitas manusia yang menyebabkan terjadinya pemanasan global diantaranya adalah:
1.      Konsumsi Energi Bahan Bakar Fosil.
Sektor industri merupakan penyumbang emisi karbon terbesar, sedangkan sektor transportasi menempati posisi kedua. Menurut Departemen Energi dan Sumber daya Mineral (2003), konsumsi energi bahan bakar fosil memakan sebanyak 70% dari total konsumsi energi, sedangkan listrik menempati posisi kedua dengan memakan 10% dari total konsumsi energi. Dari sektor ini, Indonesia mengemisikan gas rumah kaca sebesar 24,84% dari total emisi gas rumah kaca.
Indonesia termasuk negara pengkonsumsi energi terbesar di Asia setelah Cina, Jepang, India dan Korea Selatan. Konsumsi energi yang besar ini diperoleh karena banyaknya penduduk yang menggunakan bahan bakar fosil sebagai sumber energinya, walaupun dalam perhitungan penggunaan energi per orang di negara berkembang, tidak sebesar penggunaan energi per orang di negara maju.
Dengan demikian, banyaknya gas rumah kaca yang dibuang ke atmosfer dari sektor penggunaan bahan bakar fosil berkaitan dengan gaya hidup dan jumlah penduduk. USA merupakan negara dengan penduduk yang mempunyai gaya hidup sangat boros, dalam mengkonsumsi energi yang berasal dari bahan bakar fosil, berbeda dengan negara berkembang yang mengemisikan sejumlah gas rumah kaca, karena akumulasi banyaknya penduduk.
2.      Sampah
Sampah menghasilkan gas metana (CH4). Diperkirakan 1 ton sampah padat menghasilkan 50 kg gas metana. Sampah merupakan masalah besar yang dihadapi kota-kota di Indonesia. Menurut Kementerian Negara Lingkungan Hidup pada tahun 1995 rata-rata orang di perkotaan di Indonesia menghasilkan sampah sebanyak 0,8 kg/hari dan pada tahun 2000 terus meningkat menjadi 1 kg/hari. Dilain pihak jumlah penduduk terus meningkat sehingga, diperkirakan, pada tahun 2020 sampah yang dihasilkan mencapai 500 juta kg/hari atau 190 ribu ton/tahun. Dengan jumlah ini maka sampah akan mengemisikan gas metana sebesar 9500 ton/tahun. Dengan demikian, sampah di perkotaan merupakan sektor yang sangat potensial, mempercepat proses terjadinya pemanasan global.
3.      Kerusakan hutan
Salah satu fungsi tumbuhan yaitu menyerap karbondioksida (CO2), yang merupakan salah satu dari gas rumah kaca, dan mengubahnya menjadi oksigen (O2). Saat ini di Indonesia diketahui telah terjadi kerusakan hutan yang cukup parah. Laju kerusakan hutan di Indonesia, menurut data dari Forest Watch Indonesia (2001), sekitar 2,2 juta/tahun. Kerusakan hutan tersebut disebabkan oleh kebakaran hutan, perubahan tata guna lahan, antara lain perubahan hutan menjadi perkebunan dengan tanaman tunggal secara besar-besaran, misalnya perkebunan kelapa sawit, serta kerusakan-kerusakan yang ditimbulkan oleh pemegang Hak Pengusahaan Hutan (HPH) dan Hutan Tanaman Industri (HTI). Dengan kerusakan seperti tersebut diatas, tentu saja proses penyerapan karbondioksida tidak dapat optimal. Hal ini akan mempercepat terjadinya pemanasan global.
4.      Pertanian dan Peternakan.
Sektor ini memberikan kontribusi terhadap peningkatan emisi gas rumah kaca melalui sawah-sawah yang tergenang yang menghasilkan gas metana, pemanfaatan pupuk serta praktek pertanian, pembakaran sisa-sisa tanaman, dan pembusukan sisa-sisa pertanian, serta pembusukan kotoran ternak. Dari sektor ini gas rumah kaca yang dihasilkan yaitu gas metana (CH4) dan gas dinitro oksida (N20). Di Indonesia, sektor pertanian dan peternakan menyumbang emisi gas rumah kaca sebesar 8.05 % dari total gas rumah kaca yang diemisikan ke atmosfer.
Pemanasan global menyebabkan mencairnya gunung-gunung es di daerah kutub yang dapat menimbulkan naiknya permukaan air laut, yang dapat mengancam pemukiman pinggir pantai, erosi di wilayah pesisir, kerusakan hutan bakau dan terumbu karang, perubahan lokasi sedimentasi, berkurangnya intensitas cahaya di dasar laut serta naiknya tinggi gelombang. Selain itu pemanasan global juga mengakibatkan pergeseran musim sebagai akibat dari adanya perubahan pola curah hujan. Perubahan iklim mengakibatkan intensitas hujan yang tinggi pada periode yang singkat serta musim kemarau yang panjang. Di beberapa tempat terjadi peningkatan curah hujan sehingga meningkatkan peluang terjadinya banjir dan tanah longsor, sementara di tempat lain terjadi penurunan curah hujan yang berpotensi menimbulkan kekeringan. Sebagian besar Daerah Aliran Sungai (DAS) akan terjadi perbedaan tingkat air pasang dan surut yang makin tajam. Hal ini mengakibatkan meningkatnya kekerapan terjadinya banjir atau kekeringan. Kondisi ini akan semakin parah apabila daya tampung badan sungai atau waduk tidak terpelihara akibat erosi.
Peristiwa-peristiwa tersebut akan menimbulkan dampak pada beberapa sektor diantaranya adalah sebagai berikut:
1.      Sektor kehutanan.
Kenaikan suhu akan menjadi faktor penyeleksi alam, di mana spesies yang mampu beradaptasi akan bertahan bahkan kemungkinan akan berkembang biak dengan pesat sedangkan spesies yang tidak mampu beradaptasi, akan mengalami kepunahan. Hal tersebut dapat menyebabkan terjadinya pergantian beberapa spesies flora dan fauna. Kebakaran hutan juga menjadi faktor penyebab kepunahan keanekaragaman hayati, sedangkan kebakaran hutan terjadi akibat meningkatnya suhu di sekitar hutan dan menyebabkan rumout dan ranting kering menjadi mudah terbakar.
2.      Perikanan.
Terumbu karang merupakan habitat beberapa hewan laut. Penigkatan suhu air laut dapat memicu matinya terumbu karang sehingga menyebabkan matinya ikan karena habitatnya rusak. Suhu air laut yang meningkat juga memicu terjadinya migrasi ikan yang sensitif terhadap perubahan suhu secara besar-besaran menuju ke daerah yang lebih dingin. Peristiwa matinya terumbu karang dan migrasi ikan secara ekonomis merugikan nelayan karena menurunkan hasil tangkapan mereka dengan demikian nelayan akan semakin kesulitan dalam memenuhi kebutuhan ekonominya. Di Indonesia banyak sekali daerah pantai dan secara otomatis banyak masyarakat bekerja sebagai nelayan, sehingga pemanasan global berdampak secara tidak langsung pada tingkat kesejahteraan masyarakat.
3.      Pertanian
Pada umumnya, semua bentuk sistem pertanian sensitif terhadap perubahan iklim. Perubahan iklim berakibat pada pergeseran musim dan perubahan pola curah hujan. Hal tersebut berdampak pada pola pertanian, misalnya keterlambatan musim tanam atau panen, kegagalan penanaman, atau panen karena banjir, berkurangnya waktu tanam dan panen dari tiga kali tanam dalam setahun menjadi dua kali tanam dalam setahun karena faktor cuaca, tanah longsor dan kekeringan. Sehingga akan terjadi penurunan produksi pangan karena hasil panen yang dihasilkan oleh para petani turun. Hal tersebut lambat laun akan mempengaruhi ketahanan pangan nasional.
4.      Kesehatan
Dampak pemanasan global pada sektor ini yaitu meningkatkan frekuensi penyakit tropis, misalnya penyakit yang ditularkan oleh nyamuk (malaria dan demam berdarah), mewabahnya diare, penyakit kencing tikus atau leptospirasis dan penyakit kulit. Kenaikan suhu udara akan menyebabkan masa inkubasi nyamuk semakin pendek sehingga nyamuk makin cepat untuk berkembang biak. Bencana banjir yang melanda akan menyebabkan terkontaminasinya persediaan air bersih sehingga menimbulkan wabah penyakit diare dan penyakit leptospirosis pada masa pasca banjir. Sementara itu, kemarau panjang akan mengakibatkan krisis air bersih sehingga berdampak timbulnya penyakit diare dan penyakit kulit. Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) juga menjadi ancaman seiring dengan terjadinya kebakaran hutan.
Jadi dapat disimpulkan bahwa perubahan iklim akibat pemanasan global bukan saja berdampak negatif terhadap ekosistem, melainkan juga langsung mempengaruhi sosial-ekonomi dan kesehatan masyarakat.

c.       Langkah-langkah pembelajaran
1.      Kegiatan awal
§  Pendidik menanyakan pada peserta didik mengenai isu yang akan dibahas pada pembelajaran (contohnya isu pemanasan global).
§  Pendidik memberi kesempatan pada peserta didik untuk mengungkapkan pengetahuannya.
2.      Kegiatan inti
§  Pendidik menampilkan tayangan mengenai topik yang akan dibahas (pemanasan global).
§  Pendidik membagi peserta didik ke dalam beberapa kelompok.
§  Pendidik membagikan sebuah artikel mengenai topik yang tengah dipelajari.
§  Peserta didik mendiskusikan isu tersebut dalam kelompok.
§  Kelompok mempresentasikan masing-masing hasil diskusinya di depan kelas.
§  Kelompok lain mengajukan pertanyaan dan didiskusikan bersama oleh semua kelompok.
3.      Kegiatan penutup
§  Pendidik memberi kesempatan kepada peserta didik untuk menanyakan hal-hal yang belum dipahami.
§  Pendidik meminta beberapa orang siswa mengungkapkan pengetahuannya.
§  Pendidik menyimpulkan hasil pembelajaran.
Referensi

Sapriya. 2008. Pendidikan IPS. Bandung: Laboratorium PKn Universitas Pendidikan Indonesia.
http://adidarmawan168.blogspot.com/2012/03/latar-belakang-dari-pendidikan.html
http://hyushainz97.blogspot.com/2012/01/fip-pgsd.html
http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/Pendidikan%20IPS%20SD.pdf
http://file.upi.edu/Direktori/FPIPS/M_K_D_U/196209261989041-RIDWAN_EFFENDI/ Perspektif_dan_Tujuan_IPS.pdf
http://ppkncsorestkip.blogspot.com/2009/04/makalah-pendidikan-ilmu-sosial.html
http://lookaroundusnow.blogspot.com/2009/02/masalah-lingkungan-global.html
http://capsulx368.blogspot.com/2010/09/penyebab-dan-dampak-pemanasan-global.html
http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2010/12/pemanasan-global-fakta-atau-fiksi/

No comments:

Post a Comment